Iklan VIP

Redaksi
Selasa, 22 April 2025, 06:06 WIB
Last Updated 2025-04-21T23:06:30Z

Putusan Dewan Kehormatan PWI Pusat Pecat Hendry Ch Bangun Sudah Berkekuatan Hukum Tetap


BATAM - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengesahkan keputusan Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) yang memecat Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun dari keanggotaannya. Keputusan pemberhentian itu tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat tertanggal 16 Juli 2024.


Ketua Dewan Kehormatan PWI, Sasongko Tedjo mengungkapkan sejumlah alasan pemerhentian Hendry Ch Bangun itu. Di antaranya, Hendry selaku Ketua Umum PWI Pusat sudah menyalahgunakan jabatannya.


"Dengan bertindak secara sepihak dan sewenang-wenang dalam merombak susunan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat PWI," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 16 Juli 2024 lalu.


Hendry juga dinilai menyalahgunakan wewenangnya dengan menggelar rapat pleno yang diperluas dengan menyalahi aturan. Sasongko menyebut, Hendry kerap melanggar konstitusi organisasi dan profesi, di antaranya Kode Perilaku Wartawan (KPW), Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Peraturan Dasar (PD), serta Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI.


Dewan Kehormatan PWI menyebut, pelanggaran terhadap aturan organisasi itu dilakukan Hendry secara berulang-ulang. "Ketua umum seharusnya menunjukkan keteladanan dalam melaksanakan kewajiban menaati PD, PRT, KEJ, dan KPW PWI sebagai konstitusi organisasi," ucapnya.


Sebelum memutuskan memberhentikan Hendry Ch Bangun, Dewan Kehormatan telah memberikan sanksi berupa peringatan keras pada 11 Juli 2024. Peringatan itu ditujukan supaya Hendry mencabut keputusan perombakan pengurus PWI Pusat, yang menyangkut pengurus Dewan Kehormatan.


Menyusul peringatan itu, Hendry tetap tidak memenuhi undangan klarifikasi dari Dewan Kehormatan pada 15 Juli 2024. Adapun pasca-keluar Surat Keputusan pemberhentian terhadap Hendry, Dewan Kehormatan PWI memerintahkan Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat Zulmansyah Sekedang untuk menggelar rapat pleno pengurus pusat. Rapat pleno itu beragendakan penunjukkan pelaksana tugas untuk menyiapkan kongres luar biasa.


Keputusan DK PWI tersebut kemudian digugat di pengadilan, tetapi akhirnya putusan pengadilan memenangkan

DK PWI. Putusan tersebut berkekuatan hukum tetap setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengetok palu, Senin, 14 April 2025.


Putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). “Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas perkara ini telah berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, gugatan ini telah selesai,” kata Ketua Tim Advokat Kehormatan Wartawan, Todung Mulya Lubis, SH, LLM, Senin, 14 April 2025.


Todung menjelaskan bahwa status inkracht berlaku setelah Sayid tidak mengajukan banding dalam tenggat waktu 14 hari sejak putusan dibacakan.


PN Jakarta Pusat sebelumnya mengeluarkan putusan perkara nomor 395/Pdt.G/2024/PNJkt.Pst melalui sidang e-court pada 18 Maret 2025.


Majelis hakim yang diketuai Haryuning Respanti SH MH menyatakan gugatan Sayid tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa perkara tersebut. Hakim juga menghukum penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp1.888.000.


Kukuhkan Kewenangan DK PWI


Putusan ini sekaligus mengukuhkan kewenangan DK PWI dalam menyelesaikan persoalan internal organisasi.


Anggota Tim Advokat Kehormatan Wartawan, Fransiskus Xaverius SH, menilai keputusan majelis hakim mencerminkan penghormatan terhadap mekanisme etik dalam organisasi profesi.


“Putusan ini menegaskan bahwa mekanisme internal organisasi profesi diakui secara hukum dan harus dihormati,” kata Fransiskus.


Tim Advokat Kehormatan Wartawan terdiri atas 15 pengacara yang dipimpin Todung Mulya Lubis dan Dr. Luhut MP Pangaribuan, SH, LLM. Mereka berasal dari dua firma hukum ternama: Lubis, Santosa & Partners, serta Luhut MP Pangaribuan & Partners.


Eksepsi Kompetensi Absolut


Dalam nota pembelaannya, Tim Advokat Kehormatan Wartawan menyampaikan bahwa perkara tersebut adalah persoalan internal organisasi kemasyarakatan, sehingga tidak termasuk kewenangan Pengadilan Negeri.


Mereka merujuk pada UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang mengatur hak ormas untuk melakukan pengawasan internal.


Putusan DK PWI Nomor 21/IV/DK/PWI-P/SK-SR/2024, yang menjatuhkan sanksi kepada Sayid Iskandarsyah, menurut tim kuasa hukum, adalah bagian dari penegakan kode etik organisasi.


Sanksi tersebut mencakup kewajiban Sayid dan tiga pihak lainnya untuk mengembalikan dana senilai Rp1.771.200.000 ke kas PWI.


Tiga pihak lainnya itu adalah Hendry Ch Bangun (HCB, mantan Ketua Umum PWI Pusat), M Ihsan (mantan wakil bendahara umum PWI Pusat), dan Syarif Hidayatullah (mantan Direktur UMKM PWI Pusat).


Tim advokat juga menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan absolut untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Karena itu, mereka memohon agar gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).


Kasus “Cashback” dan Gugatan Rp100 Miliar


Sayid Iskandarsyah menggugat Ketua DK PWI Sasongko Tedjo beserta sembilan pengurus lainnya, termasuk Bendahara Umum PWI, Marthen Selamet Susanto. Ia menuding Surat Keputusan DK PWI telah merugikannya secara materiil dan immateriil.


SK tersebut menyatakan Sayid wajib mengembalikan dana Forum Humas yang pernah ia cairkan sebesar Rp1,08 miliar. Meski dana itu telah dikembalikannya saat proses pemeriksaan internal berlangsung, perkara ini berkembang menjadi isu publik yang dikenal sebagai kasus “cashback.”


DK PWI kemudian mengeluarkan SK lanjutan yang menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara terhadap Sayid selama satu tahun, terhitung sejak 17 Juni 2024.


Dalam gugatannya, Sayid menuntut ganti rugi total Rp101,87 miliar—terdiri atas Rp1,77 miliar kerugian materiil, Rp100 juta biaya perjuangan hukum, dan Rp100 miliar kerugian immateriil atas nama baik.


Ia juga meminta agar para tergugat dikenai denda keterlambatan menjalankan putusan sebesar Rp5 juta per hari.


Namun gugatan ini kini resmi berakhir. Pengadilan menyatakan perkara ini berada di luar kewenangannya, dan DK PWI tetap sah sebagai institusi yang berwenang menegakkan etika internal.


Setelah putusan DK PWI disahkan pengadilan, maka itu artinya, menguatkan putusannya bahwa Hendry Ch Bangun sudah bukan lagi anggota PWI lagi. Itu artinya, semua keputusan yang diambil Hendry atas nama PWI adalah ilegal dan tidak sah.(Gunawan)