Mojokerto, Clickindonesiainfo.id – Saiful Bakri, warga Dusun Pandansili, Desa Wonorejo, Kecamatan Trowulan, resmi mengajukan perlawanan eksekusi (derden verzet) ke Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. Langkah hukum ini diambil karena ia merasa dirugikan oleh eksekusi yang dinilai tidak sesuai prosedur hukum dan asas keadilan.
Kuasa hukum Saiful Bakri, Rahadi Sri Wahyu Jatmika, S.H., M.H., menegaskan bahwa kliennya tidak pernah terlibat dalam perkara yang menjadi dasar eksekusi, namun kini harus menghadapi konsekuensinya.
“Klien kami tidak pernah menjadi pihak dalam sengketa tersebut. Namun, tiba-tiba ia harus menerima dampak eksekusi yang sangat merugikan. Ini jelas bertentangan dengan aturan hukum dan asas keadilan,” ujar Rahadi pada Rabu (26/2/2025).
Rahadi juga mengungkapkan adanya kejanggalan dalam amar putusan yang dijadikan dasar eksekusi. Menurutnya, objek sengketa dalam putusan tidak dijabarkan secara rinci, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Amar putusan perkara nomor 4 yang menjadi dasar eksekusi tidak mencantumkan alamat lengkap objek sengketa. Hal ini seharusnya menjadi pertimbangan PN Mojokerto untuk tidak melanjutkan eksekusi, karena objek sengketa yang tidak jelas berpotensi menyalahi prosedur hukum,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa Saiful Bakri telah memiliki hak sah atas objek sengketa sejak 2021 berdasarkan akta IJB dan kuasa yang sah. Gugatan terhadap objek tersebut baru didaftarkan pada 2023, sehingga Saiful Bakri merasa tidak seharusnya menjadi pihak yang dirugikan.
“Klien kami memiliki hak atas objek tersebut jauh sebelum perkara ini muncul di PN Mojokerto. Ketidaksesuaian proses hukum ini mencerminkan adanya celah dalam pelaksanaan hukum acara perdata,” tambah Rahadi.
Rahadi berharap PN Mojokerto mempertimbangkan ulang pelaksanaan eksekusi, terutama terkait kejelasan objek sengketa. Ia menilai eksekusi yang tidak mematuhi prosedur hukum dapat mengabaikan hak-hak pihak yang berkepentingan.
“Pengadilan wajib memastikan bahwa eksekusi dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Ketidakjelasan dalam amar putusan harus menjadi alasan kuat untuk membatalkan eksekusi ini,” tegas Rahadi.
Menanggapi pengajuan perlawanan eksekusi ini, Humas PN Mojokerto, Tri Sugondo, S.H., M.H., mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima perkara bantahan dengan nomor register 25 Pdt/Pdh PN Mojokerto. Sidang perdana dijadwalkan pada 5 Maret 2025.
“Dengan adanya bantahan ini, pelaksanaan eksekusi akan ditunda hingga ada hasil persidangan. Namun, kewenangan terkait eksekusi tetap berada di tangan Ketua Pengadilan,” jelas Tri Sugondo.
Proses hukum terhadap perlawanan eksekusi ini masih berlangsung. Keputusan akhir akan sangat bergantung pada jalannya persidangan dan pertimbangan hukum yang diberikan oleh majelis hakim (Jack)