Ketua Aliansi Rakyat Peduli Indonesia Dani Eko Wiyono |
Clickindonesiainfo.id / Jakarta - Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada hari kamis 26 Desember 2024 memvonis Harvey Moeis 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar atas kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah yang merugikan negara Rp300 triliun. Putusan ini menuai kritik dari berbagai pihak yang menganggap hukuman terlalu ringan.
Kasus Harvey Moeis memang sangat mencuri perhatian. Vonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar untuk kasus korupsi yang merugikan negara Rp300 triliun dan keuntungan pribadi Rp420 miliar dianggap terlalu ringan. Banyak pihak yang mengkritik putusan ini karena dianggap tidak mencerminkan keadilan dan tidak sepadan dengan kerugian negara.
Kasus ini juga memicu perdebatan tentang efektivitas sistem hukum Indonesia dan pemberantasan korupsi. Banyak yang menilai bahwa putusan ini merupakan bukti bahwa pemberantasan korupsi belum dilakukan secara maksimal dan profesional.
Aktivis sekaligus Ketua Aliansi Rakyat Peduli Indonesia (ARPI) Dani Eko Wiyono mengatakan Korupsi ini telah merusak masa depan generasi muda Indonesia. "Hukuman 6,5 tahun tidak sepadan dengan kerugian negara," ujarnya kepada awak media clickindonesiainfo.id di Yogyakarta. Sabtu (28/12/2024).
Hukum di Indonesia hanya berlaku bagi rakyat jelata dan tidak berlaku bagi penguasa. Hal ini memicu ARPI untuk menyatakan perang terhadap mafia hukum di Indonesia.
Menurut Dani, hukum di Indonesia masih diskriminatif dan hanya dapat diakses oleh pejabat, pengusaha, dan penguasa. "Hukum harus berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya untuk kaum elit," ujarnya.
Dani juga menekankan pentingnya memerangi mafia hukum yang membela koruptor dan merugikan rakyat. "Kita harus memerangi mereka yang tidak pro-rakyat dan hanya merorong negara,"tegasnya.
Kasus ini melibatkan pengelolaan tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Jaksa penuntut umum menuntut Harvey Moeis dengan hukuman 12 tahun penjara.
Masyarakat dan aktivis anti-korupsi mengkritik putusan ini karena dianggap tidak mencerminkan keadilan. Mereka menuntut perubahan sistem hukum untuk memperkuat pemberantasan korupsi.(Kaperwil DIY).