Pasuruan, Clickindonesiainfo.id - Sidang ke-16 kasus Harvestluxury berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kota Pasuruan. Dalam sidang tersebut, hakim menjatuhkan tuntutan 1 tahun penjara dan denda sebesar Rp50 juta kepada terdakwa, Deby Afandi, seorang pelaku UMKM asal Malang yang beralamat di Perumahan Araya Blimbing.
Bersama istrinya, Daris Nur Fadhilah, Deby mengelola usaha penjualan bantal di Baujeng Beji Pasuruan. Ia dilaporkan oleh Fajar karena menjual bantal dengan merek Harvest yang dianggap mirip dengan merek Harvestluxury milik Fajar.
Awalnya, merek Harvest dimiliki oleh Andrei Wongso, yang telah memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sejak tahun 2005. Deby mulai menjual produknya pada tahun 2019 dan telah mengajukan izin penjualan kepada Andrei Wongso setelah permohonan kepemilikan HKI untuk Harvest ditolak karena dianggap memiliki kesamaan.
Namun, pada tahun 2023, Fajar berhasil mendapatkan HKI untuk Harvestluxury dengan pengajuan yang tidak mengandung spasi.
Tim hukum Deby berargumen bahwa terdapat perbedaan yang jelas antara merek Harvest dan Harvestluxury. Meskipun Deby Afandi berhasil membeli merek Harvest dari Andrei Wongso pada bulan September 2024, proses hukum tetap berlanjut.
Pada persidangan yang ke-16, Fajar terlihat serius duduk di kursi depan ruang tunggu, didampingi para pendukungnya. Mengenakan kemeja lengan panjang dan peci hitam, ia dengan seksama mendengarkan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Diaz Tasya Ulima.
Dalam kesempatan tersebut, JPU Diaz menyampaikan tuntutan yang dinilai mencerminkan bukti dan fakta persidangan kepada majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Byrna Mirasari, serta didampingi pengacara Deby, Sahlan Azwar, dan timnya.
JPU menuntut Deby Afandi dengan pidana 1 tahun penjara dan membayar ganti rugi sebesar Rp50 juta, sebuah tuntutan yang memicu kemarahan Sahlan. Ia menyatakan,
“Tuntutan 1 tahun itu sangat berat, sebab klien kami adalah pelaku UMKM. Ini sama saja dengan mematikan kehidupannya. Bila bukan orangnya, maka yang mati adalah rezeki, usaha, dan kehidupan keluarganya. Tuntutan ini tidak bijaksana, terutama bagi seorang jaksa yang gajinya berasal dari pajak rakyat dan hasil kerja keras mereka,"kata Sahlan
Sahlan mengungkapkan bahwa timnya tidak hanya menyiapkan pledoi, tetapi juga berencana untuk melaporkan tindakan jaksa kepada Komisi Kejaksaan (Komjak).
Ia menambahkan, “Besok (Selasa), kami akan melaporkan secara resmi. Kami akan menyusun semua bukti dari tindakan jaksa sejak awal, termasuk sikapnya yang menganggap klien kami tidak memerlukan pengacara. Ini adalah tindakan yang sangat tidak menghargai profesi pengacara.”tegas sahlan (Jack)