Kepala negara/pemerintah atau kepala daerah dipilih DPR/MPR atau DPRD akan membuat politik tidak stabil kecuali di bawah kekuasaan otoriter.
Pengalaman kita tahun 1950-1959 kabinet yang terbentuk atas dasar koalisi partai di parlemen (DPR) sebanyak 7 kabinet. Artinya, hampir tiap tahun ganti pemerintahan. ini tidak kondusif untuk pembangunan.
Dekrit Presiden 1959 kembali ke UUD 1945, membubarkan kabinet, pemerintah di bawah otoritarianisme Soekarno. Politik tetap tidak stabil. Ekonomi hancur. Akhirnya Bung Karno jatuh de facto 1966. Diambil alih otoritatianisme Soeharto.
Di bawah otoritarianisme Soeharto, politik bersandar pada dirinya dengan instrumen MPR. Anggota MPR hampir semuanya atas persetujuan Soeharto untuk mendukungnya. Ini cara membuat politik stabil.
MPR dengan kekuatan multipartai ekstrim, tidak ada partai yang dominan, tidak akan mampu menciptakan stabilitas politik kecuali MPR-nya di bawah penguasa otoriter seperti Soeharto di masa Orde Baru.
Begitu MPR diisi oleh komponen-komponen demokratis, banyak partai hasil Pemilu 1999 MPR berperilaku seperti parlemen tahun 1950an. Presiden Gus Dur dijatuhkan di tengah jalan.
Peran politik MPR yang seperti parlemen itu dihapus lewat amandemen UUD 1945. Presiden tidak dipilih MPR tapi langsung oleh rakyat. Akibatnya tidak ada peristiwa presiden dijatuhkan DPR/MPR. Politik sejak presiden dipilih rakyat langsung jadi stabil. ini fakta penting.
Pola hubungan antara pemerintah dan DPR/MPR atau parlemen di tingkat nasional juga paralel dengan pemerintah daerah. Kepala daerah dipilih rakyat langsung adalah sumber stabilitas politik. Sebaliknya, bila dipilih DPRD akan menciptakan instabilitas politik.
Kepala daerah dipilih DPRD berarti kepala daerah bergantung pada DPRD. Bila DPRD ingin memberhentikannya maka dapat dilakukan kapan saja sesuai kepentingannya. Ini menciptakan instabilitas politik.
Bayangkan instabilitas itu terjadi di lebih 500 titik kabupaten dan kota di Indonesia.
Stabilitas itu prasyarat bagi pembangunan. Tapi stabilitas yang kita harapkan adalah stabilitas demokratis, bukan otoritarian seperti Orde Baru dengan MPR-nya karena terbukti ambruk juga. Tidak sustainable.
Janganlah mengubah presiden dan kepala daerah dipilih DPR/MPR dan DPRD karena akan menciptakan instabilitas. Tetaplah perkuat dan sempurnakan sistem yang ada sekarang: pimpinan pemerintahan pusat dan daerah dipilih langsung oleh rakyat.
Kalau sekarang dirasa banyak kekurangan, mahal, korup, maka bagaimana caranya dibuat murah dan sedikit korup. Bukan dengan mengubah sistem.
Masalahnya pada tingkat implementasi, bukan konsep. Kompetensi dan integritas penegak hukum dan pelaksana pemilu menjadi skala prioritas pertama.
~dari kultwit Prof Saiful Mujani (akun X @saiful_mujani) (Jack/Ari)