JAKARTA,Clickindonesiainfo.id - Maraknya Praktik Penjeratan Utang terhadap Para Pekerja Migran Indonesia ke Negara tujuan Penempatan Taiwan sangat mengkhawatirkan, ibarat telah menjadi Gunung Es yang sewaktu-waktu akan runtuh oleh bomb waktu yang siap diledakan kapan saja kata Amri Piliang Wasekjend 1 Komnas LP-KPK saat ditemui awak media Sabtu 21/12/24.
Lebih mirisnya lagi banyak Perusahaan P3MI yang sesungguhnya dikendalikan oleh Agency-agency Besar milik orang asing yang sudah pasti tidak memiliki rasa Nasionalisme dan kebangsaan terhadap Pancasila dan UUD 1945, UU No: 18 Tahun 2017, UU No.21 Tahun 2007 dan UU No.8 Tahun 2010," kata Amri.
Dalam UU No.18 Tahun 2017 sudah jelas bahwa Pekerja Migran Indonesia Tidak dapat dibebani Biaya Penempatan, namun masih saja para CPMI kita dipungut uang Job secara diam-diam sebesar 70 jutaan hingga 80 jutaan tunai, dan mereka masih terjerat hutang secara terselubung melalui koperasi simpan pinjam untuk biaya penempatan yang mencapai 23 jutaan, ditambah biaya pelatihan maksimal 12 jutaan.
Hal ini berakibat pada pemotongan gaji di luar negeri, termasuk untuk pekerja di Hongkong, Singapura, dan Taiwan. Penjeratan utang ini merupakan salah satu unsur dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Tentunya, jika hal ini merupakan akibat dari sebuah kebijakan yang salah dan adanya unsur penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya para bandar Sindikat Mafia Ijon/Rente berkedok Koperasi Simpan Pinjam, maka pembuat kebijakan harus turut diseret ke meja hijau sesuai perintah Pasal 8 UU No.21 Tahun 2007 tentang TPPO,"ujar Alumni Lemhanas RI.
Lebih jauh, praktik penyerapan biaya jahat ini tidak hanya menjadi beban finansial bagi para pekerja, tetapi juga menciptakan siklus ketergantungan yang sulit diputus. Banyak dari mereka terpaksa bekerja dalam kondisi yang merugikan, sering kali menerima gaji yang jauh lebih rendah dari yang dijanjikan.
Observasi lapangan menunjukkan bahwa banyak pekerja migran yang tak jarang menjadi korban perlakuan diskriminatif oleh agen-agen penempatan, di mana legitimasi mereka sebagai pekerja justru tergadai oleh komitmen utang yang sangat besar.
Akibatnya, para pekerja sering berada dalam situasi yang rentan menghadapi pelecehan dan eksploitasi, sementara semua biaya dan tanggung jawab dari kebijakan yang tidak adil ini dipindahkan sepenuhnya pada mereka.Selain daripada itu, proses penarikan biaya jual-beli job dan cara pembelian/pembayaran kepada pihak agensi asing sarat dengan pencucian uang (money laundering), dan semua uang Rupiah akhirnya terparkir di luar negeri yang sangat merugikan bangsa dan negara.
Situasi ini menciptakan kerugian ekonomi yang signifikan bagi Indonesia dan melanggengkan ketidakadilan di sektor tenaga kerja. Oleh karena itu, kami juga, selaku Dewan Pakar Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslim Indonesia Nahdatul Ulama (F-BUMINU SARBUMUSI NU), memohon kepada Aparat Kepolisian khususnya BARESKRIM Mabes Polri yang sedang menangani perkara ini untuk segera meningkatkan proses penyelidikan menjadi penyidikan.
Kami mendesak agar semua pihak yang terkait yang terlibat menerima praktik dugaan pencucian uang agar diseret ke pengadilan dan disita asset-asetnya untuk Negara dan Bangsa. Jika perlu, mereka harus dimiskinkan untuk mengembalikan keadilan bagi para pekerja migran yang telah tertindas,"pungkas Amri.(Jack)