Foto 1 : Penulis Novel MIJIL, Ernawiyati dalam acara Bedah Buku Mijil dan Bincang Literasi Pemuda dan Nasionalisme (doc: Tim Humas & Jaringan Yayasan Damarjati) |
JAKARTA, Clickindonesiainfo.id - Pemuda sebagai tulang punggung bangsa di era Indonesia Emas 2045 sudah seharusnya memiliki kepribadian yang berkebudayaan agar bangsa Indonesia di era 5.0 tidak mudah terjajah secara ekonomi maupun secara kebudayaaa.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Yayasan Damardjati Masjarakat Sedjati (Yayasan Damarjati), Ernawiyati mengawali Bedah Buku Mijil dan Bincang Literasi dalam rangka peringatan Sumpah Pemuda 2024 yang diadakan Yayasan Damarjati bersama Jaringan Kebudayaan Rakyat Daerah Khusus Jakarta (JAKER) di Kelakar Coffee & Comedy Club, Tebet, Jakarta Selatan. menghadirkan moderator Roso Suroso aktivis mahasiswa era 90-an dengan pemantik diskusi para Generasi Z yaitu Farhan Abdillah Dalimunthe dan Siti Maesaroh.
"Ernawiyati yang memiliki latar belakang pendidikan teknik sangat detail menggambarkan konflik yang rumit dalam novel MIJIL," ujar Roso Suroso selaku moderator acara bincang literasi. Sabtu, (26/10/2024).
Ernawiyati mengungkapkan sebagai pecinta kebudayaan menulis novel MIJIL yang berbasis kebudayaan Jawa sengaja mengambil judul MIJIL terinspirasi dari salah satu tembang Macapat dalam kebudayaan Jawa yang merupakan tembang kedua memiliki arti lahir, karena mengisahkan konflik agraria yang terjadi di tanah kelahiran salah satu tokoh utama di Yogyakarta.
Ernawiyati berencana menerbitkan sekuel berikutnya dari novel MIJIL karena akhir kisah di dalam novel MIJIL menyisakan misteri yang akan dikupasnya dalam novel keduanya. Ernawiyati menuturkan intisari kebudayaan Indonesia adalah gotong royong, memiliki harapan kekayaan kebudayaan Indonesia bisa dimonetisasi dengan kegiatan hilirisasi kebudayaan yang merupakan pekerjaan rumah bersama antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.
"Satu hal yang berkesan bagi saya dari buku MIJIL adalah dialog dari tokoh utama Kresha adalah jika kelak aku menjadi abu aku tidak mau menjadi malu pada generasi penerusku. Ini sangat relevan dengan tema diskusi kita.
“Seharusnya semua generasi muda berpikir seperti itu, harus memberikan dampak positif bagi generasi berikutnya. Beberapa tugas utama bagi kaum pelopor adalah memberikan teladan dan menggugah kesadaran.
“Buku MIJIL sudah memberikan teladan melalui tokoh-tokoh utamanya dan penulis novel MIJIL memberikan kesadaran bagi pembacanya melalui penulisan konflik sosial di kawasan Pantai Trisik-Kulon Progo yang dramatis. Apa yang kita perjuangkan harus kita sebarkan ke orang lain seperti yang dilakukan Mbak Erna melalui novel MIJIL," tandas Farhan Abdillah Dalimunthe pemantik diskusi yang merupakan Co-Founder Kelakar Indonesia, Direktur Digital Aksara Research & Consulting serta Direktur Utama Berdikari Online ini berharap terbangunnya nasionalisme baru yang tidak sekedar slogan tetapi menjadi roadmap untuk mencapai Indonesia Emas. Budaya sejatinya adalah produk dari filsafat leluhur bangsa Indonesia.
Pemantik diskusi dari generasi Z lainnya adalah Siti Maesaroh yang pernah menjadi pengurus Fatayat Nahdlatul Ulama Lampung mengungkapkan bahwa para pemuda pemudi saat ini banyak yang kena mental health, banyak bernarasi semacam ijinkan aku menangis.
Siti Maesaroh juga menambahkan, seharusnya mereka berjiwa nasionalisme dengan memiliki kepedulian sosial, menjadi ujung tombak perubahan, memperjuangkan hak-hak rakyat dan generasi muda harus membaca MIJIL karena novel MIJIL sangat keren jika difilmkan agar generasi muda memahami issue-issue sosial dan bisa menjadi perhatian kita bersama. (dmj/ari)