Pasuruan, Clickindonesiainfo.id - Kasus sengketa merek antara Bantal Harvest dan Harvest Luxury yang melibatkan Deby Afandi, pelaku UMKM asal Bujeng, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, terus bergulir dan semakin menarik perhatian publik. Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kota Pasuruan, Jalan Pahlawan, Kelurahan Pekuncen, Kecamatan Panggungrejo, pada Rabu siang (25/9/24).
Sidang ini menghadirkan saksi-saksi penting.
Persidangan dimulai dengan keterlambatan karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) Diaz Tasya Ullima mengalami kendala perjalanan dari Bali. Selama menunggu kehadirannya, wartawan dari Jatimsatunews mewawancarai salah satu anggota Asurban (Asosiasi Kasur dan Bantal) Kabupaten Pasuruan, yaitu Ahmad, yang juga merupakan rekan Fajar Yuristanto. Ahmad menjelaskan bahwa Fajar Yuristanto sebelumnya bekerja bersama dirinya dalam penjualan bantal dan guling. Fajar mulai dikenal dalam komunitas UMKM setelah perkenalan dengan Haji Fauzan, pemilik merek Bantal Daffa dari Ngadimulyo, Kecamatan Sukorejo.
Sidang dimulai pada pukul 11.30 WIB di bawah pimpinan Hakim Ketua Byrna Mirasari, dengan pemanggilan saksi-saksi dari pihak terdakwa, Deby Afandi. Saksi pertama, Wahyudi, seorang penyedia kain bantal dan silikon, memberikan keterangan bahwa ia mengenal terdakwa Deby Afandi sejak tahun 2022. Wahyudi menjelaskan bahwa ia sering mendapatkan pesanan kain dan silikon dari Abdul Hamid sebelum proses produksi penjahitan dilakukan. Jaksa Penuntut Umum, Diaz Tasya Ullima, mengajukan beberapa pertanyaan kepada Wahyudi mengenai keterlibatannya dalam produksi bantal Harvest, termasuk pertanyaan terkait legalitas merek yang sempat ditolak lima kali sebelum resmi terdaftar pada 2019.
Pengacara Zulfi Syatria, yang mewakili terdakwa, turut mengajukan pertanyaan kepada Wahyudi, terutama mengenai keterlibatannya dengan Fajar Yuristanto, pelapor dalam kasus ini. Wahyudi mengaku sering bekerja sama dengan Fajar dalam penjualan bantal, dan keduanya memiliki hubungan kerja yang erat sebelum sengketa merek terjadi. Dalam keterangannya, Wahyudi juga mengungkapkan bahwa pelapor Fajar Yuristanto pernah meminta ganti rugi kepada terdakwa terkait merek Bantal Harvest.
Setelah istirahat sejenak pada pukul 12.38 WIB, sidang kembali dilanjutkan pada pukul 13.17 WIB dengan pemanggilan saksi kedua, Purwanto. Ia menjelaskan bahwa Deby Afandi dan istrinya sering memesan bantal darinya dengan jumlah pesanan harian mencapai 50 hingga 70 unit. Purwanto juga mengungkapkan bahwa penjualan bantal yang dilakukan oleh Deby Afandi sebagian besar dilakukan melalui platform online seperti TikTok dan Shopee. Jaksa Penuntut Diaz Tasya Ullima menunjukkan sertifikat merek Harvest kepada Purwanto untuk memverifikasi detail terkait hak kekayaan intelektual dari produk tersebut.
Pengacara Sahlan Azwar kemudian mengajukan pertanyaan kepada Purwanto mengenai proses pendaftaran merek di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJKI). Berdasarkan pernyataan Purwanto, pendaftaran resmi merek Harvest Luxury baru terdaftar pada 19 Maret 2023, dan pelapor segera mengajukan laporan kepada pihak terdakwa. Purwanto juga menambahkan bahwa Asurban (Asosiasi Kasur dan Bantal) baru dibentuk pada tahun 2024 sebagai langkah perlindungan terhadap pencurian merek.
Sidang kemudian dilanjutkan dengan pemanggilan saksi ketiga, Popi, pada pukul 14.19 WIB. Popi, yang berasal dari Malang, memberikan keterangan bahwa ia mengenal Deby Afandi dan sering berkomunikasi dengan istri terdakwa, Daris, melalui pesan WhatsApp terkait pesanan desain bantal. Ia mengaku menerima bayaran sebesar Rp150.000 untuk setiap desain yang dikerjakannya, dengan referensi desain yang diambil dari Google. Popi, yang juga pelaku UMKM di Malang, menjelaskan bahwa ia tidak merasa khawatir terkait sengketa merek, karena tugasnya hanya sebagai desainer yang bekerja sama dengan pemasaran Bantal Harvest.
Sidang berjalan lancar hingga pukul 14.38 WIB. Hakim Ketua Byrna Mirasari memutuskan untuk menunda sidang hingga minggu depan, tepatnya pada Rabu, 2 Oktober 2024, untuk melanjutkan pemeriksaan lebih lanjut. Sengketa merek ini semakin menarik perhatian publik karena melibatkan berbagai pihak, mulai dari pelapor, terdakwa, hingga para saksi yang berasal dari kalangan UMKM.
Kasus ini mencuat sebagai salah satu kasus sengketa hak kekayaan intelektual yang menarik di Pasuruan, dengan perkembangan yang terus ditunggu oleh masyarakat, khususnya di kalangan pelaku usaha mikro dan kecil.(Jack)