Iklan VIP

Redaksi
Minggu, 16 Juni 2024, 23:35 WIB
Last Updated 2024-06-16T16:36:33Z
Nasional

Universalisasi Pesan Agama




Oleh : Denny JA

- Kasus Islam, Buddha, dll

BBC membuat reportase pada tahun 2014. Aneka buku puisi Jalaluddin Rumi lebih laku di Amerika Serikat saat itu, bahkan dibandingkan dengan buku puisi penyair Amerika Serikat dan dunia Barat sekalipun.

Mengapa? Padahal saat itu sentimen publik Amerika Serikat terhadap Islam cukup negatif? Bukankah Jalaluddin Rumi, penyair yang wafat 800 tahun lalu, juga berasal dari kawasan Islam?

Jalaluddin Rumi, melalui puisinya, berhasil melakukan dua hal sekaligus. Ia mampu mengekspresikan kandungan terdalam dari agama, dalam hal ini Islam. 

Lalu ia lakukan Universalisasi pesan. Akibatnya, inti sari agama Islam itu bisa dinikmati oleh mereka yang tidak memeluk atau bahkan tidak percaya pada agama Islam.

Tepatnya, penerjemah karya Rumi, Coleman Barks, berhasil melepaskan Rumi dari teologi Islam, membuat pesan Rumi lebih universal, melampaui sekat-sekat agama. Barks sengaja mengemas puisi Rumi untuk masyarakat multi-teologi.

Kasus Rumi menjadi contoh success story pesan agama yang diuniversalkan. 

Universalisasi pesan agama tidak hanya terjadi dalam Islam tetapi juga di agama lain. 

Sebagai contoh, universalisasi ajaran Buddha terjadi di University of Michigan dan Google.

Di University of Michigan, tahun 1979, terutama di Departemen Medis, ada seorang bernama Jon Kabat-Zinn. Ia berhasil mempopulerkan jenis meditasi yang dia pelajari dari Buddha. 

Jon Kabat-Zinn belajar meditasi dari guru Buddha terkenal, Thich Nhat Hanh, dan lain sebagainya. Tapi teknik meditasi yang dikembangkan oleh Jon Kabat-Zinn sudah dilepaskan dari aroma teologi agama Buddha.

Jenis meditasi Buddha sudah disekulerkan, dan diberi nama Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR). 

Teknik meditasi yang dikembangkan oleh Jon Kabat-Zinn sekarang meluas diajarkan di berbagai universitas. Bahkan meditasi itu sudah bersertifikat, dan bisa dinikmati oleh siapapun. Termasuk ia bisa dihayati oleh mereka yang tidak beragama Buddha, dan tak percaya teologi Buddha.

Kedua, di Google, sejak tahun 2007, dikembangkan sikap hidup yang disebut "Search Inside Yourself”. Ini program meditasi yang menjadi bagian dari program sumber daya manusia di Google. 

Meditasi ini tidak hanya mengurangi stres karyawan. Ia juga menambah kreativitas dan harmoni, sehingga karyawan dapat tumbuh lebih segar. Program ini dikembangkan oleh Chade-Meng Tan.

Juga di Google, meditasi yang dipraktekkan di sana sudah pula mengalami universalisasi. Ia sudah dilepas dari aroma teologi Buddha. 

Empat cara membuat pesan agama menjadi universal. Pertama: mengambil esensi dan ajaran agama itu tapi dilepaskan dari teologi identitas asalnya.

Contohnya, meditasi dapat dipraktikkan tanpa dikaitkan dengan teologi Buddha. Coleman Barks mengambil pesan spiritual penyair Rumi dengan melepaskan Rumi dari identitas iman atas Islam. 

Akibatnya, pesan spiritual satu agama dapat dinikmati oleh lebih banyak orang, dari latar aneka agama dan teologi.

Kedua: penyesuaian pesan agama itu dengan prinsip hak asasi manusia.

Agar selaras dengan peradaban modern, pesan agama harus disesuaikan dengan apa yang sudah menjadi kesepakatan dalam deklarasi hak asasi manusia.

Ini era yang mengapresiasi kebebasan individu untuk percaya atau tidak percaya agama. Juga kebebasan individu untuk menentukan gaya hidupnya sendiri.

Di era ini, pencerahan agama hanya dapat diterima secara luas jika ia dikemas seirama dengan hak asasi manusia, yang menjadi bangunan dasar pemikiran modern.

Ketiga: pesan agama itu diterangi oleh sains modern. Pesan agama juga perlu diperkuat dan dilengkapi dengan sentuhan sains modern. 

Misalnya, Jon Kabat-Zinn dan Chade-Meng Tan menggunakan riset untuk memvalidasi efek meditasi pada psikologi manusia. 

Riset-riset dari bidang neuroscience membantu menerangi dan memvalidasi. Misalnya, melalui neuro science betapa meditasi ikut melahirkan hormon kebahagiaan di saraf manusia.

Keempat: penyesuaian ajaran agama dengan spirit entrepreneurship, selama memungkinkan.

Universalisasi pesan agama juga perlu  disesuaikan dengan prinsip zaman yang kuat entrepreneurship. Contohnya, program meditasi di University of Michigan dan Google tidak hanya meningkatkan kesehatan tetapi juga memberikan kontribusi ekonomi. 

Meditasi mengurangi biaya kesehatan yang berhubungan dengan stres, sehingga ia memberikan manfaat ekonomi baik untuk universitas maupun perusahaan.

Ini pula yang menjadi alasan kita membangun Forum Esoterika, Forum Spiritualitas. Semangat kita menjadikan agama yang ada sekarang ini sebagai warisan kultural milik kita bersama. 

Setiap ajaran agama sebaiknya bisa dirasakan pula berkahnya oleh mereka yang tidak menganut agama tersebut. Agama kita jadikan warisan kultural milik kita bersama yang memperkaya batin kita.

Di Esoterika, kita sengaja merayakan hari-hari besar agama manapun yang hidup di Indonesia. Kita merayakannya sebagai social gathering lintas iman. 

Tentu saja, perayaan ini terbatas pada dimensi sosial belaka, melalui pertemuan warga saja, tanpa masuk ke dalam ritus-ritus teologis khas agama tersebut.

Kita perlu mengakrabkan diri sebagai warga negara apapun agama yang kita anut. 

Di Esoterika, kita telah merayakan hari besar berbagai agama seperti Islam, Kristen, Bahá'í, Ahmadiyya, Brahma Kumaris, dan lainnya. Saat ini kita merayakan Waisak dari agama Buddha.

Yang menjadi spirit perayaan Waisak hari ini: "biarkan semua makhluk bahagia." Prinsip itu sejalan dengan universalisasi ajaran agama. Kebahagiaan dan berkah yang kita dapatkan dari Waisak, dari kedatangan Buddha, tidak hanya untuk mereka yang meyakini agama Buddha.

Membawa pesan agama dari masa silam ke masa kini, melintasi lebih dari 1000 tahun usia peradaban, memang perlu dilakukan dengan upaya ekstra. Yaitu melalui universalisasi ajaran agama. 

Agama memang banyak. Tapi kita meyakini: Tuhan itu satu. Bumi itu satu. Manusia itu satu. Dan spiritualitas itu juga satu.

*Penulis adalah Konsultan Politik, Founder LSI-Denny JA, Penggagas Puisi Esai, Sastrawan, Ketua Umum Satupena, dan Penulis Buku.