Jacob Ereste :
Nabi Ibrahim Alaihi Salam tercatat selaku Nabi yang membangun Ka'bah untuk Umat Islam melaksanakan ibadah haji, umrah dan berdo'a setelah hu menghancurkan berbagai bentuk berhala yang menjadi sesembahan warga masyarakat pada jaman itu. Dan ibadah haji bagi umat Islam merupakan rukun yang kelima untuk dilakukan bagi yang mampu. Artinya, ada kekecualian bagi mereka yang tidak mampu tidak dikenakan hukum wajib. Yang terbaik memang, semua ibadah dapat dipahami sebagai kebutuhan batin, sehingga tidak ada unsur keterpaksaan bagi mereka yang melakukannya.
Terjemahan bebas dari Syeh Ali Ahmad Al Jarjawi mengatakan dalam Kitab "Hikmatut Tasyri' wa Fasafatuh" bahwa ibadah haji dimaksudkan agar umat Islam dari seantero negeri bisa berkumpul dan bersatu pada satu tempat yang sama mengesampingkan semua perbedaan yang ada. Artinya, memang bisa dipahami tentang konsepsi kesetaraan dalam Islam sudah dimengerti dan dihayati serta dijalankan, setidaknya sejak perintah ibadah haji itu dilakukan oleh umat Islam.
Kecuali itu, Islam sendiri menghendaki kebersamaan dalam perbedaan sebagai rahmat dalam berbagai macam bentuk ibadah yang patut dilakukan dengan satu bacaan (lafadz) dan satu tujuan dalam mendapatkan ridha Allah.
Dalam rangkaian ibadah haji ini pun, umat manusia patut mengingat serta merenungkan tauladan yang telah dilakukan Nabi Ibrahim Alaihi Salam bersama Nabi Ismail serta Siti Hajar yang sangat tekun dan taat dengan semua perintah Allah, sehingga mereka banyak memperoleh barokah dan mukjizat yang tidak diperoleh oleh banyak orang, termasuk para Nabi lainnya.
Tentu saja mukjizat Nabi Ibrahim ketika menghadapi ujian untuk menyembelih anaknya Nabi Ismail yang sangat dramatis itu, sehingga upacara penyembelihan dapat terus dilakukan dengan mukjizat digantinya sosok Nabi Ismail oleh Malaikat dengan seekor domba yang kini menjadi bagian dari serangkaian perayaan hari raya Idul Adha bagi umat Islam sampai hari ini untuk berusaha menyembelih hewan kurban pada setiap perayaan lebaran haji atau hari Raya Idul Adha.
Perayaan Hari Raya Idul Adha, diawali dengan solat Id hingga melakukan penyembelihan hewan kurban sebagai simbol dari keikhlasan untuk berkorban dengan membagikan daging hewan kurban itu kepada fakir miskin atau mereka yang tidak mampu agar dapat ikut menikmati makan daging yang mungkin sangat jarang dapat mereka lakukan.
Jadi makna, keyakinan (keimanan), kesabaran, keikhlasan dan kebersamaan dengan rakyat kebanyakan (fakir miskin) bisa dirasakan bersama dalam suasana kegembiraan dan kebahagiaan.
Begitulah nilai-nilai spiritual dalam acara yang bersifat ritual sebagai ekspresi hubungan dekat manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia lainnya untuk selalu rukun dan damai di dunia agar sampai di akhirat kelak.
Begitulah makna Idul Qurban -- Hari Raya Haji -- bukan sekedar ritual ibadah rutin setiap tahun, tetapi merupakan perwujudan dari nilai-nilai spiritual ketaatan, pengorbanan, keikhlasan serta empati terhadap sesama manusia lainnya dalam ekspresi keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti yang termaktub dalam falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.(Jack)
Banten, 8 Juni 2024