Iklan VIP

Redaksi
Kamis, 06 Juni 2024, 14:02 WIB
Last Updated 2024-06-06T07:10:12Z
Denny Ja

Asisten Pelukis Bernama Artificial Intelligence Akan Melampau Van Gogh ?



- Sebuah Hotel di Mahakam, Jakarta Menjadi Galeri 188 Lukisan Artificial Intelligence

Denny JA

Tahun 1997, dua puluh tujuh tahun lalu, juara dunia catur Garry Kasparov dikalahkan super komputer bernama Deep Blue.

Akankah pada waktunya, raksasa dan jenius pelukis seperti Van Gogh, Picasso, Leonardo Da Vinci juga akan dilampaui oleh Artificial Intelligence?

Sebelum menjawab itu, saya ingin bercerita pengalaman pribadi dengan Artificial Intelligence yang bisa melukis.

Adakah yang ingat apa yang terjadi pada tanggal 2 Maret 2020? Peristiwa besar apakah itu? 

Itu adalah hari ketika Jokowi tampil di publik dan menyatakan. Tercatat sudah satu orang di Indonesia terkena virus corona (Covid-19). 

Peristiwa tersebut sangat mengerikan karena sebelumnya kita sudah mendengar. Covid-19 telah menyebar di banyak negara dan mematikan banyak orang di sana. 

Akankah di negara kita banyak yang mati terkena Covid? Saya terkesan dengan peristiwa itu. Merekamnya dalam ingatan. Lalu melukiskannya.

Pada tanggal 21 Agustus 2021, Indonesia diumumkan sebagai negara dengan jumlah kematian tertinggi di dunia hari itu akibat Covid-19. Wow! Kita pernah mengalami jumlah kematian paling banyak. Skalanya dunia. Saya juga melukiskan peristiwa itu.

Hal yang sama terjadi pada tanggal 10 Agustus 2021. Sebuah desa di Kepulauan Meranti seluruhnya dikarantina. Tidak ada yang bisa keluar dari desa itu. 

Saya mengekspresikan peristiwa ini dalam lukisan. Saya gambarkan  kumpulan rumah dengan rantai besar, mencegah orang-orang keluar.

Peristiwa besar lainnya terjadi pada tanggal 30 Juni 2021. Jawa dan Bali harus bekerja 100% dari rumah, alias seluruh kantor ditutup. 

Saya ingat aneka usaha saya pun akhirnya ditutup. Hampir semuanya. Anak-anak saya bertanya. Bagaimana nasib karyawan kita? 

Ini peristiwa besar yang mencekam. Saya ekspresikan dalam lukisan.

Satu peristiwa yang unik terjadi pada tanggal 21 Mei 2020. Pertama  kali dalam sejarah terjadi apa yang disebut sebagai Lebaran Online. 

Kita berlebaran secara online karena bukan saja dilarang bersalaman seperti biasa, tetapi juga dilarang berjumpa dan mudik. Kita hanya tinggal di rumah saja. 

Ampun. Hanya virus yang bisa memaksa seluruh dunia berlebaran online. Kembali, saya ekspresikan peristiwa ini dalam lukisan.

Akhirnya, pada tanggal 11 Maret 2024, saya membuat lukisan yang menggambarkan data dari Worldometer.  Data ini menunjukkan sebanyak 7.004.407 nyawa melayang hingga tanggal tersebut. 

Di Indonesia sendiri, lebih dari 160.000 nyawa melayang. Di dalam data statistik itu, banyak sahabat, handai taulan yang kenal dekat, wafat. Saya mengekspresikan kisah sedih itu dengan cepat dalam lukisan.

Pertanyaannya, mengapa saya bisa melukis semua itu dengan cepat? Untuk kasus saya, itu karena hadirnya asisten bernama Artificial Intelligence.

-000-

Saat itu, salah satu aplikasinya, Mid Journey. Tapi juga banyak aplikasi lainnya sudah datang. Saya kombinasi sekitar lima aplikasi AI, sekaligus bekerja dalam tim, menjadi asisten saya.

Wow! Mereka bisa menjadi asisten yang sangat kreatif, cermat membantu saya melukis. 

Banyak pakar berdiskusi, berbicara apakah pada waktunya Artificial Intelligence ini akan melampaui kehebatan para raksasa pelukis sebelumnya seperti Van Gogh, Picasso, atau Rembrandt? Sebelum menjawab itu, saya ingin mengeksplor pengalaman pribadi saya lebih lanjut.

Saya ingat peristiwa pemilu presiden 2024. Ini gambar Prabowo ketika ia mulai dengan brand baru yang disebut "Gemoy." 

Sebelum "Gemoy," Prabowo dikenal sebagai tokoh yang tegas, kuat, dan kadang-kadang dianggap angker. Namun, ketika istilah "Gemoy" muncul, terutama ketika anak-anak muda mulai mengatakan "Apa boleh Prabowo se-Gemoy ini?" 

Prabowo mulai banyak tampil santai di publik, berjoget, dan bercanda dengan banyak orang. Saya tumpahkan itu dalam lukisan.

Juga ada lukisan yang juga tidak kalah penting. Pada Januari 2024, LSI Denny JA mengumumkan. Prabowo dan Gibran besar kemungkinan menang dalam satu putaran saja. 

Itu terjadi sebulan sebelum pencoblosan. Saya ingat malam itu, saya tidak tidur sampai dini hari. Saya membaca data itu dengan hati-hati, karena saya sangat khawatir. 

Jangan sampai saya umumkan bahwa Prabowo menang satu putaran, tetapi reputasi saya yang sudah saya bangun selama 20 tahun hancur berantakan. 

Besok  paginya kami sepakat. Setelah melihat data dengan teliti, dan berdasarkan pengalaman dalam pemilu sebelumnya, kami memutuskan untuk mengumumkan. Prabowo dan Gibran potensial menang dalam satu putaran saja. 

Datanya sudah sampai di sana. Data jangan dikalahkan oleh rasa khawatir kami. Saya juga mengekspresikan peristiwa ini dalam lukisan.

Peristiwa lain yang penting yang saya alami di era itu adalah situasi di Palestina. Meskipun terjadi di seberang lautan, ini menyentuh hati. Hingga Mei 2024, sebanyak lebih 5.500 anak-anak Palestina meninggal dunia. 

Anak-anak ini tidak mengerti arti perang, tidak mengerti arti konflik. Yang mereka tahu, tiba-tiba mereka melihat ledakan di sana-sini, orang tua mereka mati, dan mereka pun ikut mati. 

Saya mengekspresikan peristiwa ini dalam lukisan. Salah satunya gambar seorang bocah dengan dua sayap di kanan-kirinya. Itu melambangkan ia tidak lagi di dunia ini. 

Bocah melihat suasana sepi di sekitarnya, tanpa keluarga yang menemani. 

Juga ada foto dua bocah kecil yang sangat takut. Ia melihat api. Gedung terbakar.  muncul di sana-sini, suara besar sekali, bising sekali. Itu pun saya rekam dalam lukisan. 

-000-

Semua lukisan yang tadi saya sebut menjadi bagian dari total 188 lukisan saya yang dipajang di sebuah hotel di Jalan Mahakam, Jakarta: Mahakam 24 Residence.

Itu hotel kelas menengah, berlantai enam, dengan occupancy rate hampir selalu 100 persen. Manajemennya menyatakan ingin memulai tradisi baru. Hotel itu juga ingin sekaligus menjadi galeri permanen satu genre lukisan saja.

Memang tidak mewah karena ia bukan hotel bintang lima. Memang tidak lengkap fasilitas gelar lukisan karena ia bukan museum atau galeri.

Tapi hotel kelas menengah yang juga bersiap menjadi galeri lukisan satu genre saja, dalam hal ini, genre lukisan artificial intelligence, lukisan yang tidak untuk dijual, menjadi pilihan unik.

Maka seluruh gedung itu dengan enam  lantai, dipenuhi lukisan saya. Di semua lantai tersebut, di bagian eksterior, yang menghubungkan kamar-kamarnya dipajang 188 lukisan. Setiap lantai dengan satu topik dan tema berbeda-beda.

Di lantai paling tinggi, yaitu lantai tujuh, khusus menampilkan lukisan-lukisan saya mengenai imajinasi anak-anak. Ada anak-anak di sana yang sedang rindu bermain ayunan di bulan.

Ada anak kecil dari satu desa yang naik sepeda dan membayangkan dirinya melayang di antara planet-planet yang luas. Juga ada anak-anak yang membayangkan mereka masuk ke dalam laut dan bermain dengan ikan-ikan sebagai sahabatnya. 

Begitulah dunia anak-anak saya potret dalam lukisan. Dunia mereka wilayah imajinasi yang tumbuh subur.

Lantai bawahnya lagi khusus untuk aneka lukisan dengan telinga yang besar.  Itu sebagai simbol mendengarkan. Saya gambarkan tokoh yang dalam hidupnya banyak mendengar, telinganya lebih besar.

Di sana ada Mahatma Gandhi, Nelson Mandela. Ada Bunda Teresa, Dalai Lama. Juga hadir tokoh-tokoh lain yang mungkin tidak kita kenal, tetapi mereka mendedikasikan diri untuk mendengar. 

Lantai di bawahnya lagi, saya melukis ulang berbagai pelukis dunia. Remaking. Tetapi dalam lukisan itu saya berikan bobot baru sesuai dengan zaman sekarang. 

Ada Da Vinci, Michelangelo, Van Gogh, Pablo Picasso, tetapi juga generasi berikutnya seperti Andy Warhol, Gustav Klimt, Frida Kahlo, Fernando Botero.

Bahkan juga ada pelukis Indonesia seperti Raden Saleh, Dede Eri Supria dan Affandi, yang lukisannya saya lukis ulang. 

-000-

Dengan datangnya artificial intelligence yang bisa menjadi asisten melukis, muncul tiga pertanyaan penting. 

Pertama, sah kah atau tidak jika lukisan dengan AI ini tetap diklaim sebagai karya sang pelukis itu sendiri?  

Jawabnya: sah! Lukisan itu tetap bisa diklaim sebagai karya pelukis itu sendiri. Memang sang pelukis itulah yang masih memegang kendali. 

Dalam pengalaman saya pribadi, sayalah yang menentukan apa topik yang ingin saya lukis, pesan apa yang hendak saya sampaikan, serta filosofinya dan komposisinya. 

AI hanyalah asisten untuk melengkapi secara teknis. Setelah selesai, tetap saya sendiri yang mengerjakan finishing touch-nya sehingga ada emosi dalam lukisan itu. 

Pertanyaan kedua, apakah karya yang dibantu AI masih bisa dianggap karya seni? 

Jawabannya juga sama, ya ini karya seni. Karya seni selalu membawa kepada satu zaman baru yang sebelumnya belum bisa diduga. 

Ketika Andy Warhol pertama kali membawa begitu banyak pola-pola konsumerisme dalam lukisan dengan botol Coca-Cola, kaleng biskuit, dan sebagainya, awalnya tidak diterima.

Tetapi lama-lama itu pun dianggap sebagai satu genre seni lukis yang kokoh dalam budaya populer. 

Hal yang sama juga akan terjadi dengan AI. Pola baru dibawa AI, menyatukan seni dengan kemajuan teknologi. Warna, dan bentuk bisa dikreasi oleh teknologi AI. Ini tetap bisa dianggap karya seni, namun dalam format yang berbeda.

Pertanyaan ketiga, akankah AI  mengalahkan para raksasa pelukis zaman dulu: Van Gogh, Picasso, Rembrandt?

Ya! Tegas jawabnya. Keindahan  adalah sumur tak berdasar. Tak ada ujungnya. Semua keindahan bisa juga dikalahkan oleh keindahan lainnya. 

Apalagi, keindahan pun kontekstual. Setiap zaman memiliki ukuran keindahannya sendiri. Pada waktunya, tokoh seperti Rembrandt, Picasso, Van Gogh, dan lainnya pun akan dilampaui oleh pelukis-pelukis terbaru di zamannya yang menggunakan AI yang semakin canggih. 

Namun sehebat apapun aplikasi AI, ia hanya bisa menghasilkan karya yang dalam dan menyentuh melalui tangan dan jiwa seorang pelukis, yang juga memiliki kedalaman batin dan keluasan pandangan  hidup.

A.I akan semakin dahsyat. Tapi tetap jauh lebih dahsyat, para kreator yang tahu cara memanfaatkannya. *

Jakarta 4 Juni 2024

CATATAN

(1) Sebagian lukisan Denny JA sudah dipublikasi dalam empat buku:

1. Power of Silence (2022)
https://drive.google.com/file/d/1We0jUwoxmXd46ttawzIyF0AwpbYuwPuQ/view?fbclid=IwZXh0bgNhZW0CMTAAAR2PsLdDzt1mrkPZUpVP2RmuEHLgjuUWbBD0IOmCHrThtLvfXI9_n52XFQA_aem_AaN2I2V978gz1KwfyeiDDdLpZALWcxOuKbMrHNItXKcsVThyChEZadqml-kxEBdLqyuKEKj6HBHnWFZ7jHbO3B25


2. Artificial Intelligence Sebagai Malin Kundang (2023)
https://drive.google.com/file/d/1c3gZBbmt-1piQpEU0OZhw2m7JJR8Oqi_/view?fbclid=IwZXh0bgNhZW0CMTEAAR0unsoDggpCZFfs_hhJhOoOzUYkxIGKu6Pz2VITkvKx042Z_H8rX6D9Xz8_aem_ZmFrZWR1bW15MTZieXRlcw


3. Melukis Ulang 20 Pelukis Dunia (2023)
https://drive.google.com/file/d/1bMnofA-Owc8XiV0WqWZMe2kl_uDj8Fzo/view?fbclid=IwZXh0bgNhZW0CMTEAAR0mRx7o86Hk9_58hfh5NNWO-O-dVR5GznemEwMUFwM8WXdvOFFAkVm_Kow_aem_AaNRuaMFGqL_pRdlwyoNdvMHIo3gvCCLH5DGIE02CRUpS5t7NC8m5ZuSyO8t4wmpBlrbzAT_vuvisuMVIlKYn9YZ


4. Derita Palestina dan Telinga Yang  Lebih Besar (2024)
https://drive.google.com/file/d/1GFTAjfKQd6_hv1RKjw5s35QpMOcYVhKv/view?fbclid=IwZXh0bgNhZW0CMTEAAR3b6qyjBEaX0ScS-tOtEgDGh6tJU7OlIv-6z5LqKCcH9Du7KIzn40bZCeM_aem_ZmFrZWR1bW15MTZieXRlcw