Iklan VIP

Redaksi
Selasa, 28 Mei 2024, 12:21 WIB
Last Updated 2024-05-28T05:21:45Z

Aksi Bersama Segenap Elemen Masyarakat, Pers, Kaum Buruh, Aktivis Pergerakan Menolak UU Penyiaran & Pandemi Treaty


Jacob Ereste :

Aksi Aliansi Tolak WHO Pandemi Threaty bersama dengan aksi insan pers yang ada di Ibu Kota Jakarta, masing-masing kompak memblokir kedua pintu masuk gedung DPR RI, Jl. Gatot Subroto, Jakarta pada Senin 27 Mei 2024. Inti dari kedua kelompok menolak pemberlakuan UU Omnibus Law khususnya mengenai rencana pemerintah memberlakukan kesepakatan bersama WHO (World Healt Organization) tentang Kesehatan serta rencana pemerintah Indonesia merevisi UU Penyiaran yang dianggap akan membelenggu dan membatasi  kebebasan pers di Indonesia.

Aspirasi Emak-emak Indonesia yang dikomando Wati Imhar Burhanudin ikut mendukung kedua aksi Aliansi Tolak WHO ini bersama insan pers yang merasa terancam kebebasannya dari rencana pemerintah melakukan revisi tentang tata aturan penyiaran, utamanya terhadap investigasi reporting yang terkesan membuat gerah pemerintah. Dan masalah investigasi yang menandai warak jurnalistik unggulan  (pemberitaan) upaya untuk melukiskan  pendalaman dari cara untuk menghasilkan pemberitaan yang akurat, komprehensif  sehingga berita yang dihasilkan sebagai produk jurnalistik  dalam menghujam dengan data dan fakta valid yang telah  dikonfirmasi.

Jadi hasrat untuk membatasi atau memberangus kebebasan pers dalam RUU Penyiaran yang ingin mengatur isi atau konten karya jurnalistik investigatif, jelas akan sangat melemahkan daya gedor karya jurnalistik  yang ideal untuk melakukan fungsi utamanya menjadi  kontrol.

Karena dapat segera diproyeksikan praktek dari RUU Penyiaran ini kelak -- jika berhasil  diberlakukan -- akan menghambat pula hak publik untuk mengakses informasi yang baik dengan cara yang baik. Dalam kajian budaya politik, hasil dari RUU tentang Penyiaran ini dapat dipastikan tidak cuma menghambat demokrasi, tapi lebih dari itu membuat budaya demokrasi yang sedang dibangun di Indonesia akan kembali mundur. 

Ancaman terhadap pekerja pers ini bisa jauh melibas hal masyarakat untuk mendapatkan informasi yang baik dan terbaik dari kerja investigasi para insan pers. Padahal, kualitas(mutu) dari sebuah pemberitaan yang akurat itu hanya mungkin dihasilkan dengan semangat kerja investigatif reporting para insan pers. Padahal, hasil kerja insan pers yang bermutu, tidak hoax hanya mungkin bisa diperoleh dari cara kerja investigasi insan pers. Begitulah proses revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran telah mendapat reaksi keras insan pers di segenap penjuru tanah air. Selain itu, penyusunan draf RUU Penyiaran ini tidak melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk organisasi wartawan yang menekuni profesi jurnalis dari berbagai jenis -- cetak, audiovisual maupun audiotype apalagi bagi media sosial yang kini telah menjadi primadona -- berbasis internet sehingga menggeser media mainstream yang pernah sangat amat berkuasa dan absolut. Celakanya, sejak UU No. 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU No
 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.

Sementara Perjanjian Pandemic Treaty yang digelindingkan WHO (World Healt Organization), menurut Wati Imhar Burhanudin telah disepakati untuk ditunda atas kekuasaan Tuhan, seperti Resolusi PBB (United Nation) yang menetapkan pada 15 Maret 2022 Anti Islamophobia.

INB (Intergovernmental Negotiating Body) suatu komite yang bertugas membuat dokumen perjanjian  secara resmi mengaku gagal membuat kesepakatan jahat itu. Kegagalan World Health Assembly (WHA) itu, tandas Wati Imhar Burhanudin yang akan dilaksanakan pada 1 Juni 2024. Padahal, kalau perjanjian kesepakatan tentang pandemic Treaty itu sampai terjadi, maka ancaman bagi manusia Indonesia akan semakin tidak bisa berkutik. Termasuk pengekangan pada kebebasan seluruh warga bangsa Indonesia untuk melakukan inisiatif sendiri dalam upaya mengobati dirinya sendiri. Dan bagi yang membangkang, bisa dipenjara dan dikenakan denda yang sangat besar nilainya.
 
Karena itu, tandas Wati Imhar Burhanudin, aksi menolak WHO dengan seluruh keputusan serta kebijakan tentang kesehatan yang hendak menjerat bangsa Indonesia harus ditolak. Termasuk Menteri Kesehatan RI yang terlibat didalam konspirasi global ini, harus mundur, kata Wati seperti yang tertulis dengan jelas di spanduk aksi bersama elemen masyarakat serta insan pers. Sebab Pandemi Treaty bisa menyasar siapapun yang lengah, termasuk aparat keamanan yang berjajar disepanjang jalan Gatot Subroto di depan gedung DPR RI, Senayan, Jakarta ini 

Dan Sunarty, Ketua Umum SBSI'92 berjanji akan terus menggelorakan aksi bersama sampai semua tuntutan rakyat  ini berhasil. Karena itu, dia meneriakkan perlunya semangat kebersamaan seluruh rakyat untuk ikut menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia dari ancaman yang sangat membahayakan ini.


Jakarta, 27Mei 2024