JAKARTA,Clickindonesiainfo.id - Sesuai Siaran Pers HM.4.6/96/SET.M.EKON.3/03/2024, Pemerintah Siapkan Regulasi Penguatan Tata Kelola Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia pada 27 Maret 2024 lalu di Jakarta.
Berdasarkan data Bank Indonesia tahun 2023 mencatat remitansi PMI mencapai USD14,22 miliar. Besarnya peran dan potensi penempatan PMI Berdasarkan remitansi tersebut, menjadi salah satu pilihan untuk menyerap tenaga kerja produktif antara 2,7 sampai 3 juta seperti yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024.
Besarnya Peran dan Potensi Penempatan PMI tidak luput dengan berbagai permasalahan seperti pendidikan PMI yang didominasi lulusan SMA ke bawah, kurangnya keterampilan dan pelatihan, maraknya penipuan dalam proses rekrutmen hingga timbul proses penempatan non-prosedural, Praktik Penjeratan Utang berkedok KUR PMI yang bertentangan dengan Pasl 30 UU N.18 Tahun 2017, dan kurangnya pelindungan untuk PMI dan keluarganya secara menyeluruh (sebelum penempatan, selama penempatan, dan setelah penempatan).
Kini dengan adanya UU 18/2017, maka PMI diharapkan sudah bisa mandiri untuk melamar atau mengikuti seleksi agar bisa bekerja di negara yang dituju, namun sarana Pelatihan PMI yang menjadi Tanggung Jawab Pemerintah, belum berjalan sebagaimana mestinya, dan besaran biaya Pelatihan bagi PMI serta silabusnya belum ada ketetapan dari Binalavotas.
Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) Sabtu 13/04/24 melalui Wasekjend 1 Amri Piliang yang getol melakukan Fungsi pengawasan terhadap Kebijakan Pemerintah khususnya dalam Tata Kelola Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang dinilai semakin semrawut sejak banyaknya diterbitkan Keputusan Kepala BP2MI (Kepka-kepka) yang kontra Produktif dengan Pasal 30 UU No.18 Tahun 2017 sehingga teman-teman Pelaku Penempatan banyak terjebak Praktik Overcharging dan Sahabat PMI terjebak Praktik Penjeratan Utang berkedok KUR/KTA PMI yang merupakan salah satu unsur dari TPPO, ini jelah perlu diluruskan atau di Revisi Peraturan Kepala BP2MI No.9 Tahun 2020 yang merupakan implementasi dari Pasal 30 ayat (b) UU No.18 Tahun 2017. Kami minta Bapak Presiden Bersama Komisi IX DPR-RI, Menteri Sekretariat Negara, Menkumham dan Menteri Ketenagakerjaan mengevaluasi semua Kepka-kepka BP2MI yang seharusnya mengatur pembebasan biaya, kini sudah menjadi Pembebanan Biaya melalui Praktik Penjeratan Utang berkedok KUR/KTA PMI yang didalamnya melibatkan Finance dan Koperasi Simpan Pinjam.
Masalah Kepka No.328/2022 ini pernah diajukan Komnas LP-KPK ke PTUN namun Beny Rhamdani bergegas mencabut object gugatan dan menggantinya dengan Kepka sejenis No.50/2023 yang nilai pinjamannya lebih tinggi dari sebelumnya, hal ini tentunya sangat merugikan PMI dan menguntungkan Sindikat Mafia Ijon/Rente berkedok Koperasi Simpan Pinjam dengan bunga yang mencekik leher para PMI beserta keluarganya, ujar Amri.
Selain itu letak Geografis Wilayah Perbatasan harus dibuatkan otonomi khusus untuk dapat melayani perolehan ID PMI dan seluruh dokumen PMI yang telah berada di wilayah Perbatasan agar tidak menempuh jalan pintas / Non Prosedural sehingga dapat berangkat dengan Dokumen Resmi yang lengkap tanpa harus kembali ke kampung halaman, karena Wilayah Perbatasan tidak bisa disamakan aturan mainnya dengan wilayah rekrut yang menjadi kantong-kantong PMI. Hal ini telah disampaikan secara tertulis oleh komnas LP-KPK kepada Direktur Bina Penempatan PMI Kemnaker RI dan diharapkan menjadi solusi memberantas Pemberangkatan Non Prosedural, dan dituangkan dalam Rancangan Peraturan Presiden dalam Penguatan Tata Kelola Penempatan PMI, pungkasnya. (Joko.Red)