Jacob Ereste :
Hilangnya etika dalam semua aspek kehidupan -- mulai dari keluarga, masyarakat dan bangsa -- cermin dari kemerosotan nilai-nilai spiritual. Karena etika itu muaranya ada di dalam moral, dan moral terhimpun dalam akhlak. Padahal, Allah SWT telah memposisikan manusia sebagai makhluk-Nya yang paling mulia di muka bumi, sehingga fitrah manusia dinyatakan sebagai khalifah-- wakil Tuhan -- di bumi.
Etika, moral yang ambruk, disebabkan oleh sikap ugal-ugalan dalam menggamit harta dan tahta yang dilakukan dengan segala cara. Curang, licik, ambisius. Yang lebih parah dari semua itu adalah hipokrit, munafik dan khianat, tidak cuma kepada saudara, sahabat, tapi juga terhadap rakyat, bangsa dan negara yang telah disepakati mempunyai komitmen bersama untuk dijaga dan dipatuhi bersama tanpa kecuali.
Akibatnya, bukan saja tak lagi ada rasa malu, tapi juga keyakinan adanya Tuhan pun sudah sirna. Yang lebih celaka, agama tega dijadikan topeng penutup wajah buruk yang dipenuhi aneka macam kejahatan dan tipu muslihat untuk mengakali orang lain. Termasuk lembaga dan instansi pemerintah yang harus dan berkewajiban untuk mencegah serta menindak perilaku jahat tersebut.
Yang runyam untuk mencegah dan memberantas perilaku Dajjal ini, semua lembaga dan instansi pemerintah justru ikut terlibat, bahkan tidak sedikit diantara yang menjadi pemain utama dalam tindak kejahatan yang semakin menjadi-jadi di Indonesia pada akhir belakangan ini. Sehingga sungguh, tiada hari tanpa berita kejahatan di negeri kita hari ini.
Yang lebih gawat lagi, semua tindak kejahatan yang dilakukan itu sekarang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif. Karena tindak kejahatan --utamanya yang dilakukan oleh aparatur pemerintah -- dilakukan secara terencana dan rinci dengan segenap perhitungan, bahkan lengkap dengan pilihan alternatif dari beragam kemungkinan, jika sukses dan bila tidak sukses.
Inilah satu diantara sejumlah penyebab dari upaya untuk melakukan pencegahan maupun pemberantasan tindak kejahatan yang terstruktur, sistematis dan masih itu sulit dicegah dan susah untuk diberantas. Karena semua aparat terkait ikut terlibat dan memainkan peran gandanya.
Sifat kejahatan yang dilakukan secara massif ini, sungguh sangat sulit ditembus, apalagi hendak dibongkar karena mulai dari yang melakukan -- sebagai aktor utamanya hingga peran pembantu serta crew -- memperoleh cukup perlindungan dari aparat terkait sampai kasus tersebut harus melalui persidangan di pengadilan.
Itu sebabnya para koruptor yang dapat ditangkap akan menjadi bulan-bulanan sejak proses awal pada tingkat penyidikan dan penyelidikan hingga proses di pengadilan dan saat mendekam lembaga pemasyarakatan. Kasus ruang tahanan yang mewah dan gemerlap di lembaga pemasyarakatan, toh sudah banyak terungkap. Bahkan tak sedikit yang diperkenankan untuk menjadi lapak peredaran yang nyaman dan aman.
Lalu dimana etika, moral dan akhlak para aparatur pemerintah yang telah meneriakkan sumpah dan janji ketika hendak memangku jabatan dan melakukan tugasnya sebagai abdi negara ?
Dalam konteks kebobrokan etika, moral dan akhlak dari aparat pemerintah serupa inilah, tugas dan fungsi dari Badan Pengawas Ideologi Pancasila (BPIP) jadi relevan dipertanyakan, tidak sibuk memberi bimbingan maupun penyuluhan kepada rakyat, mahasiswa atau aktivis pergerakan serta pengurus organisasi kemasyarakatan yang sudah cukup banyak memberikan masukan, kritik maupun saran agar upaya untuk menjaga etika berbangsa dan moral aparatur negara dapat menjadi contoh yang nyata dalam tindakan serta segenap perbuatan ditujukan demi dan untuk rakyat. Bukan untuk melakukan korupsi, bukan untuk membangun sindikat dan komplotan agar dapat melancarkan tindak kejahatan, dan bukan pula untuk melanggengkan kekuasaan yang harus disadari sebagai amanah dan ibadah.
Amanah dan ibadah itu hanya mungkin dapat dilaksanakan dengan kesadaran terhadap etika dan moral yang terjaga, sebagai bagian dari karunia Tuhan yang memang tak mampu dijaga oleh semua orang seperti akhlak mulia manusia sebagai khalifatullah yang diutus Tuhan langsung dari langit.
Tangerang, 7 April 2024