Foto : Dosen Departemen Sosiologi Fisip Unair, Ratna Azis Prasetyo, S.Sos., M.Sosio. |
SURABAYA, Clickindonesiainfo.id - Beberapa waktu lalu, survei Drone Emprit, sistem monitor analisis media sosial, menunjukkan bahwa jumlah pemain judi online Indonesia menempati posisi teratas dunia. Pada laporan tersebut, Indonesia mencapai transaksi sebanyak 81 triliun dengan jumlah 201.122 pemain judi. Akan tetapi, angka tersebut diyakini dapat melebihi jumlah survei yang ada.
Melihat kondisi itu, dosen departemen Sosiologi FISIP UNAIR, Ratna Azis Prasetyo, S.Sos., M.Sosio. memberi tanggapan. Ia menerangkan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi pendorong masyarakat untuk bermain judi online.
Pendorong Judi Online
Ia mengatakan bahwa faktor-faktor pendorong maraknya judi online antara lain adalah adanya tekanan kemiskinan dan gaya hidup, sosial, dan kondisi kultural. Menurut Ratna, faktor tekanan kemiskinan dan gaya hidup dapat menjadikan seseorang mendapatkan tujuan tertentu secara instan. Salah satunya memiliki harapan untuk mendapatkan penghasilan secara lebih dengan cepat.
Selain kemiskinan, faktor sosial juga menjadi faktor pendukung maraknya judi online.
"Seseorang yang berada dalam lingkungan atau pergaulan yang dekat dengan kejahatan, maka potensi untuk memgembangkan perilaku kejahatan juga dapat terjadi," bebernya kepada Unair News. Selasa, (30/4/2024).
Faktor yang ketiga adalah faktor kultural yang menganggap judi online adalah lumrah. Faktor ini dapat menyebabkan seseorang tertarik untuk menggunakannya.
Sebabkan Kecanduan
Menurut Ratna, permainan ini ibaratnya seperti narkoba. Jika seseorang sudah kecanduan judi online, mereka tidak bisa berhenti. Hal ini membawa kerugian secara ekonomi apabila tidak sesuai ekspektasi mereka.
“Secara mental, seseorang juga bisa terdorong untuk melakukan hal-hal yang negatif, seperti mencuri, membantah, dan lainnya," sambungnya.
Ratna juga menambahkan, saat ini permainan tersebut sudah sering pemerintah blokir. Namun, cara pemblokiran tersebut dirasa belum efektif karena mereka dapat membuat situs baru lagi.
“Kalau kita lihat, jika ada satu situs dihapus, maka mereka akan membuat situs baru lagi. Begitu seterusnya. Menurut saya, memblokir situs itu penting tetapi harus dilihat juga dari sisi korban judi online untuk memberikan edukasi. Artinya, kita harus menyadarkan anak-anak muda agar tidak terjerumus ke dalam permainan judi online,” tegas Ratna.
“Judi itu bisa membuat kecanduan, tugas seorang mahasiswa adalah untuk belajar dan kalau bisa menjadi agen perubahan, untuk menyadarkan teman-temannya yang sedang terjerat oleh judi online,” tutupnya. (ari/Jack)