JAKARTA, Clickindonesiainfo.id, – Masalah pekerja migran Indonesia (PMI) bukan hanya berkaitan dengan mereka yang ilegal saja, tetapi juga menimpa tenaga kerja legal.
Penjelasan itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, dalam konferensi pers perkembangan penanganan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Selasa (4/7/2023), di Jakarta.
Menurut Muhadjir, pekerja migran Indonesia yang legal juga memiliki masalah, mulai dari tindak kekerasan hingga tindak kriminal di tempat kerja.
“PMI legal bukan berarti tidak mempunyai masalah. Masalahnya mulai dari tidak kerasan sampai tindak kriminal di tempat kerja,” tegasnya.
Bahkan, ketika mereka kembali ke Indonesia, tak jarang mereka kembali mendapatkan masalah, mulai dari tabungan yang diembat oleh keluarga hingga pasangan yang membawa kabur harta.
“Banyak yang stres bahkan gila karena tabungannya ternyata diembat oleh keluarganya. Kalau dia PMI perempuan, ditinggal kawin oleh suaminya dan hartanya juga dibawa lari oleh suaminya,” katanya.
“Kasus-kasus itu juga menjadi urusan dari Kemenko PMK koordinasi dengan kementerian-kementerian yang lain,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Muhadjir juga menjelaskan tentang penanganan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Menurutnya, pada awalnya penanganan kasus TPPO ditangani oleh sebuah gugus tugas yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 22 tahun 2021.
Saat itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang diangkat menjadi ketua pelaksana.
“Kemudian kita adakan evaluasi, ternyata gugus tugas itu memang harus direvisi, terutama dari sisi ketua pelaksana, karena memang sebetulnya masalah tindak pidana perdagagan orang ini bobotnya, bobot masalahnya itu lebih ke penegakan hukum dan pidana,” ujarnya.
“Sementara, kalau itu ditangani oleh Menteri PPPA itu sebetulnya berkaitan dengan pencegahan dan penanganan pascakasus, dan terutama lebih lagi itu kalau menyangkut perempuan,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Muhadjir, korban dari perdagangan orang ini juga banyak yang laki-laki, sehingga gugus tugas itu dinilai kurang tepat.
“Oleh karena itu kemarin usulan dari kami sudah dirapatkan secara internal dengan Bapak Presiden, dan diputuskan untuk ketua elaksana ini dialihkan dari Menteri PPPA ke Kapolri,” tuturnya.
“Bobot masalahnya lebih ditekankan pada aspek penegakan hukum, terutama dari sisi perkara pidananya,” tambah dia.
Jika melihat dari sisi masalah penanganan secara sosial, lanjut dia, itu melekat dengan program-program yang lain, terutama di Kementerian Sosial.
Kemudian, dari sisi korban, menurut Muhadjir, penanganannya melekat dengan korban-korban PMI yang lain.
“Sementara korban PMI tidak hanya terjadi akibat perdagangan orang, yang bukan perdagangan orang juga banyak sekali,” tegasnya.
Ditempat terpisah Wasekjend 1 Komnas LP-KPK Amri Piliang menambahkan bahwa Praktik Penjeratan Utang terhadap PMI Legal juga turut mewarnai TPPO yang berakibat PMI tereksploitasi dan dipaksa membayar Gajinya ke Rekening Virtual Account melalui Seven Eleven di Luar Negeri, padahal PMI tidak pernah menerima Pencairan dana Kredit Usaha Rakyat maupun Kredit Tanpa Agunan yang disalurkan melalui BNI Fleksi, dan PMI selalu mendapatkan Terror dari Collector di Luar Negeri dan diancam akan di PHK sepihak agar para Bandar Sindikat Mafia Ijon Rente ini dapat menjambret Pencairan Clim Asuransi dari PHK sepihak, serta fasilitas bunga subsidi tidak dinikmati oleh PMI beserta keluarganya melainkan menjadi bancakan dalam pesta-pora para Bandar Sindikat Mafia Ijon Rente, Komnas LP-KPK memohon kepada Pemerintah yaitu Presiden Jokowidodo, Menkopolhukam Mahfud MD, Menaker Ida Fauziah dan Satgas TPPO dapat menghentikan Praktik Penjeratan Utang terhadap PMI ini secepatnya, pungkas Amri. (Joko.Red)