YOGYAKARTA, clickindonesiainfo.id - Sensus pertanian yang berlangsung 10 tahun sekali saat ini dilaksanakan di DIY. Kepala BPS DIY Herum Fajarwati melaporkan kegiatan tersebut kepada Wagub DIY KGPAA Paku Alam X, di Gedhong Pare Anom Kompleks Kepatihan. Selasa (13/6/23).
Usai bertemu Sri Paduka, Herum menjelaskan, sensus yang sudah berjalan sekitar 2 minggu ini menurutnya berjalan dengan baik. Meskipun hasil sementara belum bisa dilihat, namun secara dashboard pemantauan telah berjalan dengan baik.
Herum menambahkan, meskipun jangka waktu sensus pertanian ini selama 2 bulan, namun khusus untuk Kota Yogyakarta hanya 1 bulan saja waktu yang diberikan. Hal ini karena lahan pertanian berbeda dengan di kabupaten. Lahan pertanian di kota Yogyakarta yang tercatat hanya 50 hektar saja memunculkan tradisi urban farming . Hal ini juga termasuk dalam sasaran sensus pertanian.
“Kami menyasar perkotaan maupun pedesaan hanya memang metodenya yang berbeda. Kalau di perkotaan lebih ke bola salju, jadi petugas kami menanyakan baik aparat setempat seperti ketua RT juga tokoh yang bisa memberikan informasi terkait kegiatan pertanian. Kemudian secara snowball akan wawancara rumah tangga yang mengusahakan pertanian. Untuk yang di kabupaten sistemnya door to door jadi setiap petugas akan mendatangi sesuai dengan wilayah kerja yang sudah ditentukan,” jelasnya.
Herum mengatakan, urban farming adalah salah satu output yang dilakukan dan menjadi salah satu tujuan data yang akan diperoleh.
"Melalui sensus pertanian, akan terlihat pola dan struktur pertanian di DIY seperti apa,"jelasnya
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Sugeng Purwanto mengatakan, legal formal terkait dengan ekspose data ada di tangan BPS. Sensus pertanian akan menghasilkan data resmi dari pusat untuk kepentingan daerah.
"Selama ini, DIY memang memegang sektor data sebagai untuk perencanaan dasar, namun hal ini tidak cukup, dan wajib dilengkapi dengan data yang lebih gobal lagi untuk menentukan kebijakan lebih lanjut,"ujarnya
Adanya sensus pertanian tahun ini lanjutnya akan menyajikan data-data yang lebih legal untuk dijadikan bahan kebijakan, bahan evaluasi, meskipun kami tidak menafikan bahwa sektor data itu juga sangat penting.
"Kadang kan ada satu indikator kalau di BPS ini kan sifatnya boleh generalis tapi kan ada data-data yang sifatnya lex specialis karena lokus tempatnya, potensinya, serta masyarakat, masih diperlukan,” jelas Sugeng.
Data legal yang diekspos oleh BPS ini berawal dari sektor data. Setelahnya, dikomunikasikan dengan BPS melalui mekanisme yang sudah ditentukan. Ia mengakui sangat terbantu dengan data dari senjata sensus dari BPS untuk menjawab senjata di DIY. (Aji)