Oleh : Satrio Damardjati
Menyikapi 1 Juni yang dimaknai sebagai Hari Lahir Pancasila gagasan Bung Karno ini, Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (PETANI) menilai bahwa, pemerintah khususnya yang menangani sektor pangan dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan), Badan Pangan Nasional (Bapanas), Badan Urusan Logistik (Bulog) belum memiliki peta Kedaulatan Pangan Nasional untuk mewujudkan salah satu variabel terwujudnya Kedaulatan Pangan Nasional yaitu mewujudkan Upah Layak Nasional (ULN) bagi masyarakat PETANI sebagai tolok ukur kesejahteraan masyarakat PETANI yang berlandaskan pada Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, bahwa masyarakat PETANI bukan hanya menjadi objek semata tetapi bagaimana Kementan, Bapanas dan Bulog yang bersentuhan dengan masyarakat PETANI untuk lebih memanusiakan PETANI di atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat PETANI dengan meningkatkan Nilai Tambah Petani (NTP) agar menjadi standar Upah Layak Nasional (ULN) bagi masyarakat PETANI.
Hal terpenting dalam memaknai Hari Lahir Pancasila 1 Juni ini adalah, Pertama; Pancasila wajib dan harus mampu mempersatukan berbagai suku dan agama melalui Bhinneka Tunggal Ika-nya dalam sebuah Persatuan Indonesia untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan Nasional sebagai salah satu pilar Kedaulatan Bangsa.
Kedua; pasang surut kesaktian Pancasila, intoleransi yang kita rasakan akhir-akhir ini mengancam kedaulatan sebuah bangsa, sehingga lapang dada, toleransi, ramah tamah, saling menghargai seakan tidak ada lagi, yang ada hanya setiap hari disuguhi hasutan dan berita kebencian, padahal semua itu hanya perilaku oknum yang tidak mengerti apa dan bagaimana membumikan nilai-nilai Pancasila. Sedangkan masyarakat PETANI hanya tahu bagaimana hari ini dan besok keluarga PETANI (anak dan istri) bisa makan.
Ketiga; perlu dicatat bahwa, kehadiran masyarakat PETANI bagian dari Du Contract Social keajegan negeri ini. Keempat; Pancasila sila Kelima berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia" tidak terkecuali PETANI hari ini yang terseok-seok nasibnya.
Program pembangunan sektor pangan yang ‘katanya’ berpihak pada masyarakat PETANI tetapi pada kenyataannya bisa dilihat dan dinilai sendiri, pangan yang masuk ke dalam negeri yang tidak terkontrol, pembangunan zona industri di atas lahan pertanian semakin mempersempit kesejahteraan dan keberlangsungan hidup para masyarakat PETANI. Jati diri bangsa Indonesia harus kita jaga sebagai negeri maritim berbasis agraris yang berlandaskan Pancasila.
Kelima; Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dibangun atas komitmen para Founding Father jangan sampai lenyap karena keserakahan segelintir orang, pemerataan kesejahteraan menjadi tujuan bangsa ini.
Loyality To Partei End, Then To State Begin,
loyalitas terhadap kelompok dan golongan berakhir ketika loyalitas terhadap negara akan dimulai (Coizon Molina).
Dalam konsolidasi dan koordinasi jaringan masyarakat PETANI di seluruh Indonesia, bersepakat untuk menciptakan sikap mandiri, berdikari, terbuka dan inklusif dengan berbagai pihak untuk semakin mengembangkan organisasi PETANI modern, mandiri, berdikari yang berasaskan gotong royong dari tingkat Nasional bahkan sampai tingkatan kelomlok PETANI perdesaan untuk tidak hanya terisolasi pada kepentingan PETANI saja, tetapi juga bagaimana PETANI wajib terlibat berperan aktif dalam kepentingan Negara dan Bangsa dalam hal mewujudkan Kedaulatan Pangan Nasional dalam nilai-nilai Persatuan Indonesia dan PETANI harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan semangat gotong royong karena PETANI merupakan saudara tua dari Pemerintah (Praja), dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) (Satria), dari Pedagang (Waisya) dan dari buruh (Sudra), maka PETANI harus mampu menjaga prinsip; Akuntabilitas, Sportifitas, Kolektifitas, Transparansi, Netralisasi, Kredibilitas, Kualitas, baik dalam internal organisasi ataupun dalam membangun kerjasama kemitraan dengan pemerintah, TNI-Polri, pedagang ataupun buruh.
Mengingat di Indonesia sekarang ini banyak organisasi yang mengatasnamakan dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat PETANI dan Nelayan di tengah era demokrasi saat ini.
PETANI memiliki peran yang cukup besar dan penting sebelum dan sesudah kemerdekaan baik sejak dulu kala dari zaman Kutai, Mataram Kuno, Majapahit, Mataram Baru, era zaman penjajahan Belanda serta Jepang sampai Merdeka mengalami pahit getirnya perjuangan untuk merebut kemerdekaan, serta mempertahankan kemerdekaan sampai mengisi kemerdekaan di tengah hiruk pikuk persaingan global.
Melihat hal tersebut, PETANI harus bisa menjembatani kepentingan PETANI di tengah etikad baik pemerintah untuk memberdayakan PETANI baik bantuan maupun fasilitas. Ketidakpercayaan PETANI pra reformasi sampai pasca reformasi harus dikembalikan pada proporsinya dalam memperkuat kemitraan PETANI dengan pemerintah ataupun sektor swasta lainnya.
Program transfer teknologi dan ilmu pengetahuan dari lembaga-lembaga penelitian pemerintah atau swasta seharusnya dikemas tanpa meninggalkan situasi kondisi PETANI di Indonesia. Karena perkembangan teknologi luar negeri tidak diberikan atau dipamerkan kepada PETANI di Indonesia karena keterbatasan PETANI di Indonesia sehingga PETANI di Indonesia tidak Minder Wardegh dan segelintir PETANI di Indonesia tidak Upwardegh. Karena kemajuan teknologi pertanian di luar negeri tidak juga dijelaskan secara integral atau utuh tapi secara parsial atau sepotong sepotong.
Bila ada masuknya teknologi yang mendukung PETANI di Indonesia yang diadopsi dari luar negeri, paling tidak harus dikaji tepat gunanya bagi PETANI. Agar tidak mengganggu kesinambungan ekologi alam Indonesia baik ekologi bisnis PETANI ataupun ekologi alamnya. Semisal, bila ada alat teknologi penggilingan baru, tidak serta merta menggeser investasi yang ada. Namun harus juga bersinergi dengan yang sudah ada.
Sebagai contoh; bila PETANI dirasa sudah tidak saatnya mengangkat beban panen gabah sampai 80 kg karena hakekat teknologi meringankan beban manusia, seharusnya ditawarkan pada kelompok PETANI penjemur dengan dibantu proses badan hukum PETANI atau organisasi PETANI di tingkat kelompok PETANI agar memperoleh bantuan dari pemerintah.
Selain itu, apabila untuk pemupukan atau penyemprotan hama berupa pestisida nabati (Pesnab) dengan drone juga melalui pembinaan Kelompok PETANI tentang perawatan, pengelolaan dan administrasi sehingga bantuan meringankan PETANI.
Bila ada teknologi dari tanam sampai pemetikan harus tidak menjadikan petani kehilangan pekerjaan. Selain itu, Petani harus mampu bermitra dan bersinergi kepada PETANI lainnya dari berbagai kelompok basis produksi untuk tetap menjaga sifat keterbukaan dengan semangat kolektifitas dan gotong royong.
Dari hasil kajian dan investigasi tersebut, maka beberapa hal yang harus menjadi respon positif dan prioritas utama pemerintah pusat sampai pemerintah daerah serta para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk melakukan percepatan Revolusi Mental berdasarkan nilai-nilai Pancasila sesuai visi dari Nawacita Presiden Jokowi menjadi sebuah kesimpulan bersama.
Pertama; adakah Pancasila sudah menjadi realitas berpikir, realitas kebudayaan dan realitas kehidupan nyata berbangsa dan bernegara? Sejatinya makna keberadaan Pancasila bukan pada menghafal rumusannya, tetapi Pancasila sebagai praktek hidup. Selama Pancasila tidak menjadi praktek hidup bernegara dan berpemerintahan, rasanya Pancasila hanya sebagai alat pemadam kebakaran saja, dan setelah padam, maka dilupakan lagi.
Kedua; Pancasila sebagai landasan filosofi berbangsa dan dasar bernegara, semestinya Pancasila selalu mengilhami dan menjadi landasan setiap kebijakan pembangunan ekonomi, politik, dan budaya yang ada. Jangan sampai Pancasila mempertajam kesenjangan antara cita-cita dan kenyataan. Cita-citanya Pancasila tetapi prakteknya dalam tindakan anti Pancasila.
Akibatnya berke-Tuhanan malah saling mengkafirkan, berperikemanusiaan malah makin memicu kekerasan, persatuan nasional malah tidak memperkuat toleransi atas perbedaan, kerakyatan yang dipimpin hikmah kebijaksanaan malah dipimpin uang, korupsi dan money politics, keadilan sosial malah mempertajam kesenjangan dalam keadilan sosial. Ketiga; Jangan hanya menjadikan Pancasila sebagai bungkusnya tapi isi, makna dan jalannya justru bertentangan dan anti Pancasila.
Tidak ada artinya memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni ini kalau hanya menjadi ritual politik belaka. Semoga para PETANI di Indonesia terus bertahan ditengah ketidak pastian, dengan kemandirian saja PETANI mampu bertahan apalagi ditambah kekuatan dan kebijakan pemerintah. Hidup PETANI, Hidup sila Kelima; Kesejahteraan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
MERDEKAAA!
*Penulis adalah Ketua Umum PETANI - Kader PDI Perjuangan.