Oleh : Nahdliyin Bergerak (NABRAK)
Ketika berbagai lembaga survei menenggelamkan tokoh-tokoh asli NU, kita sedih. Tapi lebih sedih lagi ketika sebagian elit PBNU dan partai-partai berbasis NU, mengubur dalam-dalam tokoh-tokoh asli NU sendiri. Mereka memoles orang bukan asli NU seakan lebih NU dari tokoh NU tulen.
Padahal kalau dibandingkan, figur-figur NU tulen jauh lebih unggul. Bahkan menurut saya jauh lebih prospektif daripada katakanlah Erick Thohir maupun Sandiaga Uno.
Mahfud MD misalnya, saat ini namanya sedang semerbak mewangi di puncak langit Indonesia, memenuhi atmosfir hingga di seluruh permukaan bumi, perut bumi dan dasar lautan.
Mahfud MD pernah menduduki posisi trias politika plus pers, pernah menjadi anggota DPR RI, pernah menjadi menteri utama, pernah menjadi Ketua MK, pernah jadi pimpinan pers perjuangan, bahkan hari ini Mahfud MD adalah Menkopolhukam RI. Tapi nama Mahfud MD berkibar bukan karena jabatan-jabatan itu, namanya berkibar karena ia isi jabatan-jabatan tersebut dengan nilai-nilai perjuangan, dengan aksi-aksi idealisme seorang aktivis.
Atau Khofifah Indar Parawansa, tokoh NU tulen lainnya. Pernah berkali-kali menjadi menteri, Gubernur Jawa Timur hari ini, ketua Umum PP Muslimat NU, Wakil Ketua PBNU, Ketua IKA Unair dan sebagainya.
Tapi dia juga dikubur dalam-dalam oleh tukang survei, dan sedihnya, lubang kuburnya ditutup juga oleh saudara NU-nya. Popularitasnya tidak berbanding lurus dengan elektabilitasnya, jauh dari logika. Apa benar kata orang, logika tanpa logistik akan jadi barang antik?
Kurang apa Khofifah dan Mahfud MD dibanding katakanlah Erick Thohir dan Sandiaga Uno? Semua komponen aspek kepemimpinan, pengalaman bahkan integritas mereka unggul. Khusus Mahfud MD bahkan sama sekali tidak pernah berurusan dengan KPK walau sekedar diduga atau disebut-sebut.
Atau mau diadu yang paling NU? Warga NU yang waras pasti mengatakan tokoh NU tulen tidak bisa dibandingkan dengan NU hasil naturalisasi, atau mendadak NU, atau NU sertifikat, atau NU Kartanu.
Pengabdian yang panjang pada NU, tidaklah cukup sepadan dibandingkan dengan tokoh yang menjadi NU ketika menjelang Pilpres. Tentu fakta ini tidak berlaku pada sebagian elit PBNU dan partai-partai berbasis pemilih NU yang mungkin saja 'tuhannya' adalah uang.
Satu-satunya kelemahan kedua tokoh NU tulen ini adalah uang. Mereka tidak punya dana sebanyak Erick Thohir dan Sandiaga Uno.
Padahal kalau mau melihat sejarah Pilpres, kontestan yang ada tokoh NU tulennya, perolehan suaranya selalu signifikan. Apalagi di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang notabene lumbung suara pemilih NU. JK dan Ma’ruf Amin, adalah contoh tokoh NU tulen.
Tapi dalam Pilpres 2024 tampaknya tokoh NU dimarginalkan. Elektabilitas dikubur dalam-dalam oleh tukang Survey. Sebanyak 110 juta anggota NU tak diperhitungkan.
Maka jika benar nantinya tokoh-tokoh NU tulen tidak mendapat tempat dalam kontestasi Pilpres, kita bisa menggaungkan agar suara pemilih NU diberikan pada Anies Baswedan. Saat itu akan kita lihat, apakah benar suara Pemilih NU memang mudah dibeli? apakah benar tokoh NU bisa dibeli?