Iklan VIP

Redaksi
Kamis, 27 April 2023, 08:53 WIB
Last Updated 2023-04-27T01:54:27Z

Dengan Artificial Intelligence, LSI Denny JA Ingin Menangkan Capres Lima Kali Berturut-turut?


- Siapa Presiden Indonesia Berikutnya: Prabowo, Ganjar atau Anies? 

- Kelas Untuk Mini MBA Marketing Politik Kerjasama SBM ITB, LSI Denny JA dan Kuncie

Oleh : Denny JA

Sabtu ini, 29 April 2023, akan menjadi kelas terakhir angkatan pertama Mini MBA marketing politik. Ini ikhtiar bersama SBM- ITB, LSI Denny JA dan Kuncie untuk ikut menyebar luaskan ilmu dan profesi relatif baru.

Saya diminta mengisi sesi akhir angkatan pertama. Tim inti berdiskusi materi apa yang akan saya sampaikan, yang segar, yang update dengan situasi terbaru.

Saya menulis buku, yang ikut menjadi buku teks kelas ini. Judulnya: Membangun Legacy, 10 P untuk  Marketing Politik, Teori dan Praktek. Buku ini endapan hampir 20 tahun pengalaman saya bekerja dan membawa profesi baru ke Indonesia: konsultan politik.

Karena banyak yang baru dalam buku saya itu dalam tataran teori marketing politik, Prof. Dr. Lili Romli dari LIPI, dosen FISIP UI, menyebut buku ini sebagai Denny JA’s Law of Political Marketing.

Dalam 10 P buku saya itu, P pertamanya adalah Pro-Innovation. Bahwa marketing politik ilmu yang sangat memerlukan inovasi. Perkembangan teknologi terbaru segera mengubah pola kampanye politik.

Seseorang yang dianggap sangat ahli soal marketing politik di zamannya, lalu katakanlah ia tertidur selama 10 tahun, ketika ia terbangun ia kaget. Betapa tertinggalnya ia soal marketing politik.

Di tahun 2012, Obama membawa hal baru dengan menggunakan media sosial dalam kampanye politik. Empat tahun kemudian, di Pilpres AS 2016, Donald Trump membawa hal baru lagi: Meme Politik, untuk menyerang lawan politiknya, Hillary Clinton.

Saat itu, di tahun 2016, Hillary sedang membangun sentimen di kalangan perempuan. Para perempuan ingin direbut hatinya untuk merasa saatnya Amerika Serikat memiliki presiden perempuan pertama.

Bukankah segmen perempuan berjumlah 50 persen pemilih. Menang telak di pemilih perempuan, akan menang pula dalam pilpres.

Tim konsultan politik Donald Trump membaca strategi Hillary. Kekuatan Hillary di segmen pemilih perempuan justru harus diubah menjadi kelemahan Hillary.

Dipilihlah cara membuat pemilih perempuan menjauh dari Hillary. Mereka hidupkan kembali memori publik soal kelakuan Bill Clinton, Presiden AS sebelum Obama, suami Hillary Clinton.

Segar dalam memori publik pemilih Amerika Serikat, betapa Bill Clinton ketika menjadi presiden di istana negara, memiliki love affair dengan pegawai internnya (magangnya): Monica Lewinsky. 

Lalu Clinton mencampakkan Monica Lewinsky ketika kasus ini merebak ke publik. Kaum perempuan marah kepada Bill Clinton dua kali. Pertama, Bill menghianati Hillarry. Kedua, Bill mencampakkan pula Monica Lewinsky.

Maka kasus ini diangkat oleh tim Donald Trump menjadi meme politik. Dalam meme itu, wajah Bill Clinton senang sekali. Ia berkata, (jika Hillary menang), Yess, saya akan punya pegawai intern lagi.

Meme politik ini menjadi viral. Publik luas saling mem-forward dan membagi-bagikan meme politik itu. P pertama dalam buku saya (dari 10 P) adalah Pro-Innovation. Maka di tahun 2024, pilpres Indonesia berikutnya, tak ada inovasi lebih besar dan lebih hebat dibandingkan Artificial Intelligence.

Saya pribadi kini memiliki dua asisten, dua- duanya dalam bentuk aplikasi artificial intelligence. Pertama: Midjourney, yang membantu saya membuat lukisan. kedua: Chat GPT yang membantu saya melakukan riset.

Dalam 20 tahun profesi saya sebagai konsultan politik, sudah terjadi empat kali pilpres yang dipilih langsung. Saya ikut memenangkan keempat capres itu berturut- turut.

Tahun 2024, jika saya kembali ikut memenangkan capres, ia menjadi lima kali berturut-turut. Dan selayaknya pada pilpres 2024 artificial intelligence digunakan.

Topik ini pula yang akan menjadi materi kelas saya untuk Mini MBA marketing politik.

Dalam hal apa artificial intelligence bisa membantu dunia marketing politik? Setidaknya dalam empat hal berikut. (1)

Pertama, Artificial Intelligence akan lebih sangat cepat dan lebih akurat membuat model prilaku pemilih.

Model yang menggunakan AI dapat membuat prediksi. Ia dapat digunakan untuk menentukan probabilitas seorang pemilih mendukung kandidat tertentu. 

Dengan menganalisis faktor-faktor seperti pola pemungutan suara, data demografis, dan preferensi isu, model ini dapat mengidentifikasi pemilih yang kemungkinan besar akan mendukung kandidat tertentu.

Kedua, Artificial Intelligence akan lebih cepat dan lengkap untuk melakukan personalisasi  pesan kandidat.

Al dapat menyesuaikan pesan capres untuk masing-masing pemilih dengan menganalisis beberapa variabel. Antara lain: informasi demografis, catatan pemungutan suara, dan kekhawatiran atau preferensi pemilih pada isu.

Pendekatan ini memungkinkan kampanye politik untuk membuat pesan yang lebih terarah, emosional dan efektif. Semakin pesan bersifat personal, sesuai dengan kebutuhan individual pemilih, semakin ia berpotensi mendapatkan dukungan pemilih itu.

Ketiga, artificial inteligence membantu lebih cepat dan akurat mengenali kekuatan dan kelemahan masing- masing kandidat yang  bersaing.

Dalam marketing politik, dikenal tradisi yang disebut opposition research. Setiap kubu yang bertarung harus meriset secara detail siapa rivalnya itu, terutama jejaknya yang pernah bermasalah.

Penelitian oposisi menjadi sentral untuk kampanye politik. Ia melibatkan riset mendalam soal jejak pesaing, setidaknya jejak digital. Lebih dari yang lain, artificial intelligence dapat melakukan ini lebih cepat dan lebih akurat.

Keempat, artificial intelligence dapat membantu lebih cepat dan lebih akurat membaca percakapan di media sosial. 

Di era ini, media sosial menjadi medium yang kian hari kian merasuk ke dalam memori kolektif publik luas.

Artificial Intelligence dapat digunakan untuk tujuan menganalisis influencer, tren, dan sentimen media sosial. Ini dapat membantu capres memahami lebih baik tentang preferensi pemilih dan jangkauan media sosial. 

Maka diskusi dan topik yang relevan dapat diidentifikasi, memungkinkan kampanye politik untuk terlibat dengan pemilih secara real-time.

Sambil bersiap- siap untuk menyampaikan materi kelas Mini MBA itu, ada yang memberi pesan: “bro Denny harus siap- siap juga jika ada yang bertanya, siapa yang akan menang jika Ganjar, Prabowo dan Anies bertarung? 

Atau pertanyaan: “siapa capres yang akan dibantu oleh LSI Denny JA?”

Saya pun tersenyum dan menjawab: “yess,biarlah itu menjadi diskusi di kelas nanti.” 

CATATAN

1. Artificial Intelligence mulai digunakan untuk kampanye politik

https://campaignsandelections.com/campaigntech/ai-and-political-campaigns-lets-get-real/

*Penulis adalah Konsultan Politik, Founder LSI-Denny JA, Penggagas Puisi Esai, Sastrawan, dan Penulis Buku.