JAKARTA, Clickindonesiainfo.id,- Kembali Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan kembali menemukan hal yang krusial sebagai bentuk kepanikan seorang Pejabat tinggi negara setingkat menteri Non Departemen yang membuat status di Facebooknya seakan memperolok NGO yang menggugat kebijakannya yang melawan Undang-undang.
Terlihat jelas kepanikan itu menghadapi Gugatan PTUN yang dilakukan oleh Komnas LP-KPK bersama LBH LP-KPK, hingga Terkenc*ng-kenc*ng dia langsung mencabut/membatalkan Kepka 328/2022 yang di gugat dan menggantinya dengan Kepka 50/2023 yang isinya sama saja membebankan Biaya Penempatan kepada Pekerja Migran Indonesia, hanya untuk menghindari gugatan.
Sedangkan Perintah Undang-undang No.18 Tahun 2017 Pasal 30 sangat jelas “Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani Biaya Penempatan” kata Amri Wasekjend 1 Komnas LP-KPK.
Kemudian terbitlah peraturan Kepala BP2MI No.9 Tahun 2020 Tentang Pembebasan Biaya Penempatan yang NGAWUR SALAH KAPRAH memborong 14 item Komponen Biaya Penempatan yang harus ditanggung oleh Pemberi Kerja dan Diskriminasi 10 Jabatan.
Peraturan Kepala BP2MI inilah yang tidak dapat dijalankan disetiap Negara Penempatan, kecuali Arab Saudi dan Malaysia yang memang sejak sebelum ada Peraturan Kepala BP2MI No.9 Tahun 2020 sudah menerapkan Zero Cost, dan Kepala BP2MI telah Sesumbar dan Bersumpah saat Lounching Peraturan Kepala BP2MI No.9 Tahun 2020 akan Mundur dari Jabatannya apabila Peraturan Kepala BP2MI No.9 Tahun 2020 ini tidak dapat berjalan sebagaimana Mestinya, terang Amri.
Nach.. sekarang terbukti tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya tetapi Gengsi dia mau mundur atau menjilat ludahnya sendiri? ujar Amri sambil berseloroh..
Terpaksa demi gengsi dikaburkan kesalahan Peraturan Kepala BP2MI No.9 Tahun 2020 ini dengan turunan Kepka-Kepka BP2MI yang mengecualikan Peraturan Kepala BP2MI No.9 Tahun 2020 dan Bertentangan dengan Undang-undang No.18 Tahun 2017 yang membebankan biaya Penempatan Kepada Pekerja Migran Indonesia seperti Kepka BP2MI No.328 Tahun 2022 yang puntang-panting dicabut dan digantikan dengan Kepka BP2MI No.50 Tahun 2023 dan Kepka BP2MI No.786 Tahun 2022 untuk ABK Kapal dan Nelayan, karena takut ketahuan boroknya dalam Persidangan, ungkap Amri.
Oleh karena itulah Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) melakukan Perlawanan terhadap Kebijakan yang melawan Hukum / Perundangan, karena siapapun yang melawan Undang-undang RI adalah “MUSUH NEGARA”
Kami akan tetap kejar Keputusan Kepala BP2MI No.50 Tahun 2023 yang berakibat pada Penjeratan hutang dan pemotongan gaji di luar negeri yang patut di duga adanya kerjasama antara Pejabat Tinggi Negara setingkat menteri ini dengan para Bandar Sindikat Mafia Ijon Rente yang memungut Potongan Gaji Pekerja Migran Indonesia di Negara Penempatan seperti Taiwan.
Komnas LP-KPK juga telah melaporkan kepada Komisi IX DPR-RI dan telah dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) tanggal 8 Juni 2022 yang menghasilkan Kesimpulan bahwa Komisi IX DPR-RI Mendesak Kepala BP2MI untuk mencabut/membatalkan seluruh Kepka-kepka yang membebankan Biaya Penempatan kepada Pekerja Migran Indonesia dan kembali kepada Perundangan. Namun hal ini tetap diabaikan oleh Kepala BP2MI karena diduga kuat ada Celengan Semar nya yang sengaja harus dia selamatkan untuk Amunisi 2024.
Oleh karena itu Komnas LP-KPK minta kepada Komisi IX DPR-RI untuk segera menggunakan Hak Interpelasi atau Hak Angket dan Merekomendasikan kepada Presiden agar Pembantu nya yang melawan Undang-undang segera di Reshufle karena tidak mampu menjalankan perintah Undang-undang dan diduga cenderung menyalahgunakan Wewenang untuk memperkaya orang lain dan diri sendiri yang berakibat terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 UU No.21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang yang hukumannya harus ditambah 1/3 dari hukuman yang telah ditetapkan.
Apabila tetap masih Kucing-kucingan melawan Undang-undang, maka kami tidak akan Pikir Panjang lagi dan segera melaporkan ke KPK dan Kejagung atas Penyalahgunaan Wewenang ini untuk memperkaya para Sindikat Mafia Ijon Rente Berkedok Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang bekerjasama dengan Finance Asing di Negara Penempatan seperti Taiwan dan Hongkong yang dalam praktiknya melakukan Penjeratan Hutang kepada Pekerja Migran Indonesia yang merupakan bagian dari unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang, Jelas Amri. (Red)